Advertisement

Saturday, May 31, 2014

Cincin Perawan 5

Cincin Perawan 5


Ayu
Semenjak pertemuan dengan Pak Tanba, Ayu memang seperti mendapatkan pengalaman seksual baru. Dari seorang gadis lugu yang belum mendapatkan pengalaman seksual, Ayu kini menjadi tahu bagaimana berhubungan seksual.  Sudah tiga bulan berturut-turut ia dan Pak Tanba menjalin hubungan. Terlebih setelah mendapat restu dari istrinya, hubungan mereka berdua semakin intens dan kerap berhubungan seksual , baik di rumah Ayu ataupun di rumah Pak Tanba.
Namun, meski mendapat restu, Ayu dan Pak Tanba masih sepakat menyembunyikan hubungan mereka dari anak-anak Pak Tanba. Akan tetapi setelah 3 bulan, Ayu merasa ingin menjajal sebuah pengalaman baru. Toh ia masih menyimpan cincin perawan yang terbukti ampuh menjaga kerapatan vaginanya. Dalam hatinya, Ayu ingin mencobanya dengan lelaki lain. Tidak mudah memang, karena Pak Tanba sudah menetapkan standar tinggi bagi pengalaman seksual Ayu. Pak Tanba yang amat perkasa sudah amat memuaskan gadis cantik ini. Namun Ayu masih belum menemukan lelaki yang tepat menuturnya. Sampai suatu ketika Ayu bertemu dengan sesosok pemuda yang membuat gairah seksualnya kembali. Pada suatu siang ketika Ayu sedang berada di sebuah wilayah perkantoran dekat kampusnya, gadis ini hendak mengunjungi kantor ayahnya. Sesudah memarkirkan mobilnya, ia keluar dari mobil dan berjalan menuju kantor sang ayah. Seketika mata Ayu menangkap sesosok pemuda berusia sekitar 28 tahun yang sedang mengatur parkir mobil. Ia mengenali sang pemuda itu. Bertinggi sekitar 178 cm, berkulit hitam layaknya pria dari Papua, bercelana jeans rombeng, memakai kaus tanpa lengan yang memperlihatkan sebuah tato berlambang tengkorak di lengan kirinya. Pemuda ini berbadan agak gempal dan berpotongan rambut pendek ala tentara. Ia mengenali pemuda ini. Bekas kakak tingkatnya di kampus dan pernah beberapa kali membimbingnya dalam mengerjakan tugas kampus. Ayu sekilas tidak yakin apakah benar ia kakak tingkat kampusnya. Bila itu benar dia, mana mungkin ia berada di tempat parkir dan berprofesi sebagai tukang parkir. Karena setaunya, pemuda ini pintar, terutama di mata kuliah statistik. Karena penasaran, Ayu memutuskan untuk menegurnya.

“ Bang Petrus?” Ayu menegur dengan sedikit ragu.

Ternyata benar. Lelaki ini menoleh. Wajahnya yang khas Papua sekarang sedikit lusuh. Kulit hitamnya berkeringat karena memang udara sedang panas terik. Pemuda bernama Petrus ini mencoba mengamati Ayu dan ia kemudian tersenyum.

“ Eh, Ayu. Ngapain di sini?” tanyanya.

“Lah . Bang Petrus juga ngapain di sini? Udah lama banget nggak ngeliat abang di kampus,” Jawab Ayu ramah.

Petrus kemudian menghampiri Ayu. Ia menjabat tangan si gadis dengan tangan kekar dan kasarnya.

“ Apa kabar Ayu? Iya nih Abang terpaksa drop out karena emang nggak ada biaya. Taulah uang kuliah mahal dan hidup di Jakarta ini mahal. Terpaksa Abang keluar dulu dari kampus. Eh di sini panas. Kita menepi dululah di tempat teduh, “ ajak Petrus.

 

Mereka kemudian menepi mencari tempat teduh di sekitar wilayah perkantoran di wilayah Kuningan itu. Sembari berdiri mereka ngobrol. Petrus kemudian mengeluarkan rokok dari kantung celananya dan merokok.

“ Eh nggak apa-apa kan kalo Abang merokok?” Tanya Petrus.

“ Nggak apa-apa Bang, “ jawab Ayu.

Ayu mengamati sosok Petrus. Ia tidak berubah, hanya sedikit kurus. Badannya masih kekar seperti dulu dengan tulang yang besar dan kuat, seperti layaknya lelaki Papua lain. Mereka lalu ngobrol.

“ Kenapa Abang keluar dari kampus? Abang itu pintar dan cerdas. Kalo nggak keberatan, Ayu mau mendengarkan. Abang dulu suka membantu Ayu soalnya, “ ujar Ayu tersenyum manis.

“ Ah panjang Ayu ceritanya. Ayu keliatan sibuk. Ayu masih nggak berubah. Nambah cantik aja, “ ujar Petrus.

“ Ah abang bisa aja, “ jawab Ayu sambil tersipu malu.

“ Hahaha.. tambah cantik aja kalo malu gitu. Ayu sekarang udah mulai skripsi?” Tanya Petrus.

“ Iya nih bang. Makanya Ayu mau ke kantor Ayah. Mau magang gitu, “ jawab Ayu.

“ OH kantor bokapmu di sini?” Tanya Petrus.

“ Iya bang. **** (nama PT) di lantai 10, “ ujar Ayu.

“ Ooh di situ. Perusahaan gede tuh, “ jawab Petrus.

“ Umm gini aja. Ayu ke kantor ayah Ayu sebentar. Terus nanti Ayu ke sini lagi ngobrol. Bang Petrus di sini aja kan? “ Tanya Ayu.

“ Oh iya.. Kantorku kan di sini. Hahaha” jawab Petrus bercanda.

“ hahahaha.. oke Ayu ke kantor Ayah sebentar ya, “ Tanya Ayu.

Ayu pun ke kantor ayahnya. Sekitar satu setengah jam kemudian sekitar pukul 14:00, Ayu kembali menghampiri Petrus. Ayu mengajak Petrus makan siang sekalian. Awalnya Petrus menolak karena malu, tapi kemudian ia pun menuruti ajakan bekas adik tingkatnya itu. Sembari makan di sebuah restoran Padang, mereka pun mengobrol banyak. Petrus bercerita banyak hal. Mulai dari meninggalnya sang Ayah, hingga ia sempat terjebak perdagangan ganja dan hampir tertangkap.  Petrus kemudian juga sempat menjadi pemusik dan mengisi di beberapa acara. Ayu tahu memang bahwa Petrus bisa bermain gitar dan alat musik, karena sering mengisi acara gerejanya. Petrus pun sempat bercerita bahwa ia pernah menghamili salah satu rekan kostnya. Meski Petrus ingin bertanggung jawab, namun orang tua si perempuan tidak setuju dengan asal Petrus, agamanya dan juga tidak jelasnya pekerjaan Petrus. Petrus mengaku sempat merasa frustasi dengan hal ini dan lari ke minum-minuman. Sampai suatu ketika ia kemudian bertemu dengan rekan-rekannya yang sesama Papua dan kemudian diajak untuk bekerja serabutan. Jadi tukang parkir dan juga berjualan pulsa, serta mengurus warnet di dekat kostnya sekarang. Jadi Petrus sekarang tinggal di sebuah kost yang di depannya dijadikan warnet. Petrus tinggal bersama seorang rekannya di sana. Ayu pun bercerita mengenai dirinya. Tentunya ia tidak menceritakan tentang Pak Tanba dan cincin perawan. Obrolan antara Petrus dan Ayu berlangsung seru. Selama hampir dua jam mereka mengobrol seru  dan sesekali diselingi canda. Ayu mengagumi kisah hidup Petrus, yang meskipun keras dan susah, tapi tetap dijalaninya dengan tawa. Karena perjuangan keras Petrus, kini pemuda Papua berusia 28 tahun ini tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya.

 

Petrus
“ Bang, nggak kena marah nih ngobrol dengan Ayu? Kan Abang kudu jagain parkir?” Tanya Ayu di tengah obrolan mereka.

“ Ah nggak kok Ayu. Tadi aku sudah minta gantiin karena bertemu dengan teman lama, “ sergah Petrus.

“ oo..” jawab Ayu.

“ Ayu dari dulu Abang kagum sama Ayu. Cantik, menarik, pintar, tapi tidak pernah pilih-plih pergaulan dan ramah sama siapa saja dan baik. Sekarang aja Abang ditraktir makan. Hahahaha” ucap Petrus.

“ ah Abang bisa aja mujinya. Abang juga baik dan sering banget bantu Ayu. “ Jawab Ayu.

“ Hahaha.. Eh tau nggak? Dari dulu Ayu itu ngetop banget di kampus. Banyak mahasiswa yang ingin deketin Ayu. Abang juga sih.. Hahaha.. tapi yah nggak mungkinlah, “ cerocos Petrus.

“ Lah nggak mungkin kenapa, Bang?” Tanya Ayu.

“ Iya nggak mungkinlah. Liat kondisi abang kayak apa. Abang tau dirilah. Apalagi cowok Papua sering dianggap nggak bener, “ jawab Petrus.

“ Hahaha… kalo emang banyak yang suka sama Ayu, buktinya Ayu sampe sekarang masih jomblo, “ sergah Ayu berbohong. Ayu tidak mungkin bercerita bahwa ia sekarang menjadi perempuan selingkuhan seorang supir taksi paruh baya asal Ambon.

“ Hah? Nggak mungkinlah, “ jawab Petrus

“ beneran bang.. Lagian susah sih cari cowok yang nyambung, humoris dan pinter. Kayak Bang Petrus, “ ujar Ayu sedikit menggoda.

“ Hahaha.. nggak usah sama cowok kayak abang, Ayu. Pait, “ sergah Petrus.

“ Hahaha emang Bang Petrus kayak jamu? Pait, “ jawab Ayu.

Mereka berdua masih melanjutkan obrolan dan gurauan bak dua sahabat yang sudah lama tidak ngobrol. Sampai ketika kemudian mereka memutuskan mengakhiri obrolan, mereka berdua berdiri sambil Ayu membayar makanan. Ayu mengamati Petrus sekilas. Tanpa sengaja, pandangannya tertumbuk pada bongkahan di balik celana jeans Petrus. Ia bisa melihat bahwa ada gembungan yang menandakan ukuran kemaluan Petrus. Mendadak Ayu bergetar. Pikirannya langsung menerawang.

“ Ayu kenapa?” Tanya Petrus.

“ Oh nggak apa-apa Bang. Ayu Cuma berpikir sejenak, “ jawab Ayu buru-buru, sedikit jengah karena ia melamun membayangkan sesuatu yang liar.

Ketika mereka berada di luar restoran, Ayu memberanikan diri meminta kontak Petrus.

“ Bang, Ayu boleh minta nomor telepon Bang Petrus? Supaya tetap saling kontak dan jaga silaurahmi bang, “ tanya Ayu beralibi.

“ Ohh tentu. Tentu. Abang senang bisa ketemu lagi sama Ayu. Yah, tapi harap maklum aja kondisi Abang sekarang, “ ujar Petrus.

“ Ah bang ini kenapa sih? Kan kita temenan, “ ujar Ayu sembari sedikit merajuk.

Mereka lalu bertukar nomor telepon dan berpisah dengan janji untuk saling mengabari.

 

Ayu pun  kemudian segera kembali ke mobil dan menuju rumahnya. Entah kenapa Ayu merasakan getaran yang pernah ia rasakan sewaktu bertemu dengan Pak Tanba untuk pertama kalinya. Ayu pun teringat pada cincin perawan yang ia kenakan. Dan benar warna batu cincin itu berubah. Apakah Ayu akan menyerahkan keperawanan keduanya pada Petrus? Membayangkan hal itu membuat Ayu mendadak terangsang. Kemacetan lalu lintas Jakarta, membuat Ayu kemudian berpikir untuk mengirim sms kepada Petrus.

 “Bang Petrus. Senang bertemu kembali dengan Abang. Nanti kita ketemu lagi ya, “  ujar Ayu dalam sms-nya.

Ayu menunggu sekitar 30 menit belum ada balasan. Saat sedang mengemudi, Ayu mendengar hapenya berbunyi dan ada pesan masuk dari Petrus.

“ Sama-sama Ayu. Abang jg nggak nyangka ketemu Ayu lagi. Iya nanti kita ketemu lagi, “ jawab sms Petrus.

Ayu tersenyum. Ia merasa hidupnya tambah bergairah.

 

######################

 

Sejak pertemuan pertama Ayu dengan Petrus setelah sekian lama, keduanya menjalin hubungan akrab. Mereka kerap bertemu dan saling telepon. Tentu saja Ayu melakukan hal ini tanpa sepengetahuan Pak Tanba. Ayu hampir setiap hari bertemu Petrus dan mengobrol di tempat parkir, dan juga beberapa kali makan bareng. Petrus selalu menolak saat Ayu memutuskan untuk membayari makan mereka. Akhirnya mereka berjanji untuk bergantian menraktir. Ayu pun tidak segan-segan dan sungkan makan di warteg atau jajanan pinggir jalan, saat bersama Petrus. Mereka mengobrol dengan seru. Hubungan mereka berjalan tak terasa telah tiga minggu. Tentu Ayu mencari waktu selang dari hubungan seksualnya dengan Pak Tanba. Sampai pada pekan ketiga pertemuan Ayu dan Petrus, Pak Tanba mengatakan bahwa ia ingin pulang sejenak ke Ambon untuk bertemu dengan keluarganya di sana setelah puluhan tahun tak kembali. Ayu merasa senang dengan perkembangan ini. Karena Pak Tanba ingin mengunjungi Ambon selama kurang lebih dua pekan bersama anak istrinya. Ayu merasa kesempatan ini bisa dipakainya untuk menjalin hubungan dengan Petrus. Setelah Pak Tanba pergi ke Ambon, Ayu makin intens bertemu dengan Petrus. Sampai suatu hari di hari Jumat, seperti biasa Ayu bertemu dengan Petrus di tempat kerjanya di pelataran parkir perkantoran. Petrus memang bertugas di tempat parkir dari jam 7 hingga pukul 4 sore. Malamnya ia menjaga warnet. Tapi kadang tiap Jumat malam, Petrus bersama temannya sering mendapat job manggung di kafe Wapres di Bulungan. Malam itu, Petrus pun mengatakan bahwa ia akan manggung bersama teman-temannya tepat pukul 20:00 hingga pukul 21:00. Ayu pun mengatakan ia pasti akan datang. Tepat pukul 19:00 Ayu sudah berada di pelataran Wapres Bulungan. Suasana jelang akhir pekan tampak ramai. Ayu sengaja naik taksi ke Bulungan, karena ia tahu suasana pasti ramai. Ayu memakai kemeja bermotifpolkadot hitam dan rok feminim bermotif bunga berwarna biru muda. Rambutnya yang hitam sebahu dihiasi dengan bando bunga. Ayu tampak sangat cantik sekali malam itu. Ayu kemudian menelpon Petrus, menanyakan dimana posisinya.

“ Bang. Ayu sudah di depan Wapres. Abang di  mananya?” Tanya Ayu.

“ Ooh tunggu di depan aja Ayu. Abang sekarang sedang ngeset alat. Tunggu ya, “ jawab Petrus.

Ayu pun berdiri di depan Wapres. Beberapa kali pandangan pria yang masuk ke Wapres tertuju pada Ayu. Gadis ini memang amat sangat cantik dan memukau. Ayu pun kemudian bisa melihat sosok Petrus yang melambaikan tanganya di balik kerumunan orang yang mengumpul di depan pintu masuk Wapres. Ayu melihat Petrus memakai kaos hitam dan celana jeans hitam. Tampak tangannya yang kekar dan berbulu terlihat. Di lengan kirinya masih terlihat tato tengkorak itu. Ayu menghampiri Petrus. Petrus tampak terpukau dengan penampilan Ayu malam itu. Di mata lelaki Papua ini, Ayu terlihat amat cantik dan manis. Petrus tertegun dan tanpa sadar ia jatuh hati, serta terangsang dengan penampilan Ayu.

“ Bang kenapa? Kok ngeliatan Ayu kayak gitu? “ Tanya Ayu menggoda.

“ ngg..nggak.. Kamu cantik sekali malam ini Ayu. Liat aja kamu menonjol sekali di sini. Nggak ada yang secantik kamu.” Ujar Petrus tergagap, namun tulus.

“ Hahaha.. abang bisa aja. Ini kan malam special, pertama kalinya Ayu melihat Bang Petrus tampil. Makanya Ayu pengen tampil cantik, supaya Abang juga semangat, “ jawab Ayu tersenyum manis.

Petrus tersenyum. Hatinya berbunga. Pemuda Papua ini memang merasa selama tiga pekan terakhir sejak pertemuan dan obrolannya dengan Ayu, Petrus merasa hidupnya kembali hidup. Ia menjadi semangat. Ia sadar bahwa perhatian Ayu kepadanya hanyalah sebagai teman. Tidak mungkin Ayu mau berhubungan dengan lelaki sepertinya. Reflek Petrus menggamit tangan Ayu masuk ke Wapres. Suasana di dalam tempat nongrong ini amat ramai. Rupanya band Petrus akan menjadi pembuka sebuah penampilan dari grup band indie yang sudah cukup populer.

 

Sesampainya di dalam, Petrus memperkenalkan Ayu kepada rekan-rekan bandnya. Ada tiga orang lain yang bertindak sebagai vokalis, penabuh drum dan bas. Petrus sendiri bertindak sebagai gitaris. Tiga rekan Petrus sangat antusias bertemu dengan Ayu. Dua di antara mereka adalah juga pemuda papua berusia 28 tahunan. Satunya anak Jakarta yang usianya lebih muda. Satu rekan Petrus yang dipanggil Abe, juga menjadi teman satu kamar kost Petrus.

“ ooh ini toh Ayu. Pacar Petrus. Dia sering ngomongin kamu. Cantik sekali, “ ujar Abe sambil tertawa yang disambung tawa dua rekan lainnya.

Petrus tampak malu.

“ah Siapa yang bilang Ayu pacarku. Dia teman. Ngarang aja kau, “ sergah Petrus tampak malu.

“ hahaha.. Habis setiap cerita sama Ayu, muka Petrus tampak senang sekali. Semangat sekali ia kalo ngomongin kamu Ayu, “ jawab Abe.

Ayu mau tak mau merasa tersipu. Ia malu dan secara reflek memegang lengan Petrus layaknya sepasang kekasih. Petrus tampak kaget dan terkejut dengan reaksi Ayu. Reaksi keduanya makin mengundang gurauan teman-teman Petrus.

“ Ciee.. yang malu-malu.. hahahaha” gurau teman-teman Petrus.

Sebelum manggung, mereka sempat mengobrol sejenak . Beberapa kali Petrus terlihat melirik Ayu yang memang mat cantik malam itu. Setiap Ayu mendapai Petrus melihatnya, lelaki Papua itu mengalihkan pandangan tajamnya. Teman-teman Petrus yang memergoki mereka, tampak semangat mengolok-olok mereka. Saat manggung pun tiba. Petrus dan teman-temannya beraksi secara atraktif memainkan lagu blues dan rock. Ayu tak segan-segan berseru memberi semangat dan tepuk tangan. Gadis ini terpukau dengan penampilan Petrus yang dinilainya amat piawai dan jantan. Keringat membasahi kulit hitam Papuanya, membuatnya maki terlihat seksi. Penampilan Petrus dan band-nya selama satu jam, juga mendapat sambutan hangat dari pengunjung Wapres. Beberapa kali Petrus dan Abe yang menabuh bass, melontarkan seruan politis tentang Papua yang mendapat sambutan meriah. Ayu makin kagum dengan lelaki ini. Seusai penampilan, Petrus dan teman-teman mendapat tepuk tangan meriah dari para pengunjung, termasuk Ayu. Gadis ini lupa dengan Pak Tanba. Ia larut dengan khidupan muda-mudi sebayanya. Petrus dan teman-teman kemudian kembali ke tempat duduk Ayu.

“ Bang, keren banget tadi. Ayu bangga deh, “ ujar Ayu seru sembari bertepuk tangan memberikan acungan jempol kepada Petrus dan teman-temannya.

Petrus tersenyum tampak malu.

“ Cie..cie.. Dipuji dengan pujaan hati,” olok rekan-rekan Petrus.

Mereka lalu menghabiskan waktu mengobrol dan minum-minum. Petrus duduk di sebelah Ayu. Beberapa kali tangan mereka bersentuhan dan mereka tampak malu. Hal ini semakin mengundang olok-olok rekan Petrus. Dua jam tak terasa bagi mereka karena dihabiskan dengan minum dan ngobrol. Jam menunjukkan pukul 11:30 malam.

 

“ Sudah malam nih. Ayu harus pulang kan?” Tanya Petrus.

“ Halah.. ini malam sabtu. Ayu besok libur kan. Masak nyuruh gadis pujaan pulang,” gurau Abe.

“ Ah.. jangan samakan Ayu dengan kita yang kuat begadang. Ayu nanti ditunggu ayah ibunya, “ jelas Petrus serius.

“Oh oke..oke Bos, “ jawab Abe respek.

Ayu tersenyum dan memegang tangan Petrus.

“Nggak apa-apa, Bang, Ayu emang mau pulang nyari taksi, “ ujar Ayu memegang lengan Petrus.

“eh janganlah naik taksi. Kau pakelah motorku Petrus. Antarlah Ayu ke rumahnya. Ayu nggak apa-apa kan naik motor?” Tanya Abe.

“ Hahaha.. tapi ntar ngerepotin, “ sergah Ayu.

“ Nggak kok, Yu. Abe aku pinjam motormu. Aku mau antar Ayu, “ jawab Petrus.

“ Pake aja fren. Antar si Ayu. Ntar kenapa-napa lagi di jalan. Kita sih bentar lagi pulang. Siapa tau ada cewek nyangkut. Hahaha, “ jawab Abe.

Petrus dan Ayu kemudian berjalan ke palataran parkir motor tanpa banyak bicara.

“ Ayu, maafkan tadi bila temen-temenku ada salah bicara, Mereka memang seperti itu, ceplas-ceplos. Maafkan juga kalo si Abe bilang kalo Ayu pacar abang, “ ujar Petrus serius.

“ Nggak kenapa-napa bang. Lah kenapa emangnya kalo Abe nyangka kita pacaran? Nggak salah kok. Ayu senang-senang aja, “ ujar Ayu tersenyum

Petrus pun tersenyum. Mereka berdua pun menaiki motor dan berboncengan. Di tengah jalan Ayu reflek melingkarkan tangannya ke pinggang lelaki Papua itu. Dalam hati Petrus merasa amat girang. Dari Wapres ke rumah Ayu hanya ditempuh dalam waktu 15 menit saja dengan motor, karena Petrus juga mengendarai motor dengan kencang. Sesampainya mereka berdua di depan rumah Ayu, gadis itu turun dari motor. Ia melepaskan helm. Petrus pun melepaskan helmya, namun masih berada di atas motor yang mesinnya sudah dimatikan. Ayu menghampiri Petrus.

“ Makasih bang udah ngaterin Ayu sampe rumah. Ayu juga senang nonton Abang manggung tadi“ ujar Ayu sambil tersenyum manis.

Petrus menyunggingkang senyum. Ia amat terpesona dengan kecantikan Ayu selama ini dan tidak pernah menyangka bahwa suatu saat ia bisa mengobrol dekat, bahkan mengantarnya sampai ke depan rumah. Sesuatu yang selama ini tak pernah berani ia bayangkan.

“ Sama-sama Ayu. Abang juga terima kasih Ayu sudah rela-relain datang dan nonton, “ jawab Petrus.

Lalu sesuatu yang tak pernah disangka Petrus terjadi. Ayu tiba-tiba mendekati Petrus lalu mencium pipi lelaki Papua ini. Petrus kaget tak menyangka dan bercampur senang.

“ Ayu…” ujar Petrus tak menyangka.

 

Ayu tersenyum. Kali ini gadis cantik ini kembali memberanikan diri. Bukan mencium pipi, malah bibir tebal hitam lelaki papua itu. Petrus yang menerima ciuman mendadak itu terkejut, namun tak lama. Ayu kemudian mencium bibir Petrus dengan lembut dan lama, kemudian melumat bibir tebal itu. Seiring Ayu memegang kepala Petrus, ciuman itu semakin dalam. Petrus yang hilang kagetnya kemudian membalas ciuman lembut itu. Lama kelamaan lidah mereka bertemu dan ciuman mereka semakin panas. Namun hanya sekitar dua menit, sebelum kemudian Ayu melepas pagutan dan ciuman itu. Petrus masih kaget dan merasa bermimpi . ekspresi mukanya memperlihatkan hal itu. Ayu tersenyum.

“Ciuman itu sebagai jawaban dari gurauan Abe bahwa kita pacaran, Bang, “ ujar Ayu tersenyum.

Petrus merasa kaget dan tersambar petir dengan pernyataan Ayu. Ia senang, namun kagetnya melebihi kesenangannya.

“ Tapi, Ayu yakin? Abang kan..”

Pernyataan Petrus terpotong dengan ciuman lembut Ayu di bibir hitam tebalnya.

“ Kita jalani aja Bang. Terima kasih malem ini. Abang hati-hati ya pulang, “ ujar Ayu tersenyum sambil menuju pagar rumahnya. Ayu masih menyempatkan diri tersenyum manis pada Petrus, sebelum akhirnya menghilang dari balik pagar.

Petrus masih terpaku. Dia tak menyangka ini bakal kejadian. Tiga tahun lebih tak bertemu Ayu dan saat bertemu, Petrus berada pada kondisi yang menurutnya tidak membanggakan. Kehadiran Ayu selama tiga pekan ini memang membuatnya senang, tapi ia tak menyangka akan dicium oleh mantan adik tingkatnya yang digilai banyak pria. Petrus kemudian memacu motornya kembali ke kostnya. Kostnya masih terlihat sepi, karena Abe belum pulang. Setelah memarkir motor dan mengecek sebentar warnet, Petrus memutuskan untuk menelpon Ayu. Ayu menjawab.

“ Ya bang. Sudah sampe kost?” Tanya Ayu.

“ Iya Ayu.. Ini lagi ngecek warnet sebentar. Warnet kan buka 24 jam. Ayu lagi ngapain?” Tanya Petrus

“ Baru mau mandi bentar bang, terus tidur, “ jawab Ayu.

“ Ayu, abang jujur saja masih kaget dengan ciuman tadi. Jujur Abang seneng sih, tapi nggak nyangka, “ ucap Petrus.

Terdengatr suara ramah Ayu di balik telepon.’

“Kan tadi Ayu udah bilang alasannya, Bang. Tadi Cuma ciuman, ke depannya Ayu akan ngasih semuanya ke Abang. Lahir batin, “ jawab Ayu.

“ Mmm..maksud Ayu?” ujar Petrus bingung.

Ayu tertawa ringan.

“Ah kita jalani aja Bang. Sudah malam, Abang boleh jaga warnet tapi jaga kesehatan ya. Oh iya, besok malam abang nggak punya acara? Kita nonton yok. Hitung-hitung malam mingguan pertama kita, “ ujar Ayu ceria.

Petrus makin bingung dengan perubahan yang amat mendadak ini. Tapi ia senang.

“Abang nggak punya acara apa-apa sih besok. Kalo Ayu pengen nonton, abang mau nemenin,“ jawab Petrus.

“Assyiik.. Sampai ketemu besok ya bang. Kita telpon-telponan lagi. Met kerja lagi bang. Ayu mandi dan tidur dulu ya, “ ucap Ayu.

“ Oke yu.. Selamat tidur” ucap Petrus menutup telpon.

 

Seusainya Petrus masih merasa bingung. Tak lama kemudian Abe, teman sekostnya pun datang dan menyambangi warnet. Petrus pun bercerita tentang apa yang dialaminya dan ajakan Ayu untuk malam mingguan besok. Reaksi Abe pun heboh.

“ waah beruntung kali kau. Anak Papua, kerja serabutan dan drop out kuliah dapet cewek cantik sekelas Ayu. Lagian sudah lebih dari satu setengah tahun lau tidak dekat cewek baik-baik. Selama ini kau main saja sama cewek nakal kalo mau ngewek, “ ujar Abe ceplas-ceplos.

“ Ah sialan kau Be. Masalahnya aku ini respek sekali sama Ayu. Dia baik, aku juga nggak mau ngapa-ngapain dia. Dia kelasnya jauh kali sama kita, Be, “ jawab Petrus.

“ Lah Ayu bilang jalani saja dulu. Janganlah kau berpikir yang macam-macam dulu. Ya pacaran sajalah. Dekat. Kalau kau respek sama Ayu, jagalah dia. Nanti kan nggak tau ke depannya seperti apa. Aku aja naksir dan ngaceng ngeliat Ayu. Hahaha” jawab Abe

“ Ah awas kau macam-macam sama dia, “ Petrus mengancam.

“ Haha.. nggak mungkinlah aku macam-macam sama cewek teman sendiri. Kau sudah kayak sodaraku. Lagian aku masih punya cewek yang bisa dipake tidur.. hahaha.. Sekarang kau nikmatilah dulu dekat dengan gadis baik-baik macam Ayu, “ jawab Abe.

Petrus termenung. Pemuda Papua berusia 28 tahun ini memang sempat membayangkan tubuh indah Ayu. Terlebih saat gadis itu tadi bilang mau mandi. Petrus masih tidak menyangka bahwa ia bisa dekat dengan Ayu. Bahkan akan berpacaran dan malam mingguan dengannya besok.

 

####################

 

Sabtu itu menjadi amat istimewa bagi Petrus. Pemuda Papua 28 tahun dengan badan kekar sedikit gempal, berambut cepak keriting ini merasa amat antusias. Terbangun pukul 4 sore, ia melhat sms Ayu mengigatkan janji mereka nonton.  Petrus semakin tak sabar ingin berkencan dengan gadis paling populer di kampusnya dulu itu. Tepat pukul  20:30 malam, Petrus pun sudah berpakaian rapi. Memakai kaus dan jaket, serta jeans, ia pergi ke salah satu bioskop di daerah gatot subroto memakai motor yang dipinjamnya dari Abe. Ia tampak rapi dan memakai parfum. Ia sengaja tiba lebih dulu dan membeli tiket sebuah film komedi jam tayang 21:00. Ia memesan tempat duduk di baris belakang dan agak pojokan. Suasana bioskop malam itu agak sepi, karena hujan rintik yang semakin deras. Film itu hanya ditonton oleh tak sampai 20 orang, terlihat dari layar monitor di tempat pemesanan tiket. Pukul 20:47 Ayu pun tiba. Ia ternyata memakai taksi. Seperti biasa Ayu terlihat amat cantik. Memakai kaus berwarna pink dan jeans. Ia tampak sempurna. Rambutnya yang hitam sebahu dibiarkan terurai, menambah kecantikannya.

“ Bang maaf telat.. Hujan cari taksi susah.” Ujar Ayu

“Nggak apa-apa Ayu. Abang juga baru kok disini. Untung sepi, “ jawab petrus

“Iya sepi ya karena hujan, “ ujar Ayu.

Mereka kemudian masuk ke ruangan bioskop dan menempati tempat duduk mereka. Di baris mereka hanya mereka berdua yang duduk. Sisa penonton yang rata-rata berpasangan, memilih memencar mencari tempat yang nyaman dan aman untuk berduaan. Terlihat jelas bahwa film bukanlah tujuan mereka. Petrus dan Ayu tampak canggung. Mereka terdiam. Petrus melihat Ayu tampak kedinginan di dalam, lalu menawarkan jaketnya untuk melindungi Ayu.

“ Dingin Yu? Pake jaket abang?” Petrus menawarkan.

Ayu tersenyum dan Petrus menyerahkan jaketnya menutupi tubuh Ayu. Tak lama lampu bioskop dipadamkan dan film diputar. 15 menit awal, Petrus dan Ayu masih tampak canggung. Hingga kemudian tanpa sengaja tangan mereka bertemu saat hendak meraih minuman di antara kursi mereka. Tangan mereka terhenti. Petrus bisa merasakan tangan lembut dan halus Ayu. Ia pun lalu memberanikan diri memegang tangan itu, Ayu pun membalas pegangannya dengan erat. Petrus merasa senang dengan reaksi Ayu. Mereka saling berpandangan dalam gelap. Tanpa diduga, Ayu kemudian merebahkan kepalanya ke bahu bidang Petrus. Petrus merasa senang dan deg-degan dengan reaksi Ayu dan reflek tangan kanannya memegang tangan kiri Ayu semakin erat sembari mengelusnya. Suasana dingin di dalam bioskop membuat suasana tambah romantis dan intim. Lalu tanpa diduga, Petrus merasa pipi kanannya di cium oleh bibir lembut Ayu. Reflek Petrus menoleh dan menatap Ayu yang kini menatapnya lekat. Keduanya tersenyum penuh arti. Pandangan keduanya bertemu dan perlahan wajah keduanya semakin dekat. Lalu kedua bibir mereka bertemu dan kemudian saling melumat. Awalnya lembut, kemudian lidah Petrus mulai berusaha memasuki rongga mulut Ayu. Sang gadis membalas aksi lidah lelaki Papua itu. Tangan Ayu kini memegang kepala Petrus dan menekannya agar ciuman mereka semakin lekat. Petrus dan Ayu semakin larut dalam ciuman penuh gairah itu. Bibir Ayu yang tipis dan lembut, menjadi bulan-bulanan bibir tebal Petrus dan lidah mereka saling terkait. Seiring dengan ciuman yang semakin panas, Petrus memberanikan diri tangannya menyentuh dada Ayu.

 

Tidak ada penolakan dari Ayu, maka Petrus perlahan meremas pelan kedua payudara sang gadis dari luar bajunya. Keluar erangan perlahan dari mulut Ayu yang tersumpal mulut Petrus. Lidah dan air liur mereka saling bertukar dan suasana semakin panas. Petrus semakin semangat meremas payudara Ayu dengan lembut. Kedua mata insane ini menikmati ciuman penuh gairah itu. Di tengah ciuman yang makin membara, Ayu kemudian melepaskan diri dari ciuman itu. Nafasnya terlihat naik turun, begitu juga dengan Petrus. Lelaki papua ini merasa terangsang dan penisnya sudah ngaceng. Film sudah berjalan selama satu jam durasi.

“ Bang, Ayu bosan dengan film ini. Kita keluar aja yok, “ jawab Ayu sambil memandang dan mengelus wajah lelaki Papua di depannya.

“ Ayu mau kemana?” Tanya Petrus lembut.

“ Umm.. bisakah kita ke kost abang aja? Sekalian Ayu pengen liat warnetnya, “ Tanya Ayu sambil tersenyum.

“ umm gimana ya? Kost abang kecil dan berantakan lagian ada Abe lagi jaga sekarang,” jawab petrus jujur. Ia senang bisa mengajak Ayu main ke kost-nya, tapi ia merasa tempatnya itu terlalu kumuh bagi Ayu.

“ Abang nggak mau dikunjungi Ayu ya? “ Tanya Ayu sedikit belagak merajuk.

“ Bukan gitu Ayu.. Tapi kalo ayu beneran mau sih, Abang seneng. Tapi gitulah keadaan kost abang ya, “ jawab Petrus.

“ Kan Ayu cuma mau main aja kok bang, “ jawab Ayu sambil mengecup bibir Petrus.

Petrus tersenyum. Mereka berdua lalu meninggalkan bioskop saat filmnya masih bermain. Tak butuh lama mereka kemudian berada di atas motor berboncengan dan menuju ke kost Petrus. Hujan masih turun rintik kecil dan jam menunjukkan pukul 22:15 kala itu. 15 menit kemudian Petrus dan Ayu sudah sampai di tempat kost lelaki papua itu. Kost Petrus terletak di sebuah pemukiman padat penduduk. Kost Petrus terletak di sebuah berjejer 4 dan didepannya ada sebuah kios yang sudah diubah Petrus menjadi warnet dengan modal dari Abe. Warnet kecil itu cukup ramai dengan ada bilik-bilik berjumlah delapan bilik. Petrus mengajak Ayu untuk mengunjungi warnet terlebih dahulu. Di dalam warnet terlihat Abe sedang duduk di meja operator dan delapan bilik terlihat penuh. Pemuda Papua teman Petrus itu tampak kaget kala melihat kedatangan Ayu dan Petrus.

“ eh kalian . Ngga jadi nonton? “ Tanya Abe

“ Nggak jadi bang. Filmnya membosankan. Lagian aku pengen ngeliat warnet bang Petrus dan Abe,“ jawab Ayu.

“ Di sini Abe bosnya. Abang cuma kerja sama bos Abe aja, “ jawab Petrus tersenyum.

Ayu melihat-lihat warnet sebentar.

“ rame ya bang, “ tanyanya.

“ Yah lumayan, Yu. Di sini kan masih jarang orang punya internet sendiri. Mereka paling pake buat maen game, buka facebook, atau nonton bokep,. Hahaha, “ jawab Abe.

“ Hahaha ..berarti suka nonton bokep nih?” goda Ayu.

“ haha Petrus tuh.. udah lama juga kagak dapet hahaha, “ celetuk Abe.

“ Ah apaan kau, Be, “ sergah Petrus.

“ Bang, aku boleh numpang ngobrol dengan bang Petrus di kost kalian?” tanya Ayu tiba-tiba.

“ wah silahkan.. mau nginep juga boleh, Yu” jawab Abe becanda.

 

Petrus memberikan isyarat mata mengancam Abe untuk tidak bercanda vulgar. Abe cuma nyengir melihatnya. Petrus dan Ayu kemudian meninggalkan warnet dan menuju kamar kost yang terletak di belakang warnet. Hanya kurang lebih 10 langkah saja. Pintu kamar kost terbuka dan terlihat pemandangan ala kamar kost pria. Berantakan dengan baju di mana-mana. Ada AC di kamar kost ini, TV, laptop, air mineral. Juga terlihat beberapa poster dan foto, serta majalah, Bau sedikit pengap tercium akibat bau rokok dan baju yang berserakan. Di dalam hanya diterangi lampu 15 watt berwarna kekuningan. Terdaapat dua buah kasur busa dengan seprai yang sudah agak kumal. Di dalam kost kecil itu juga terdapat kamar mandi di dalam. Petrus pun menghidupkan AC agar bau pengap sedikit berkurang. Ayu melemparkan pandangan ke kamar kost itu. Ada satu tanda salib berukuran cukup besar di salah satu dinding, tepat di atas kasur dan bantal.

“ Ginilah kamar kost bujangan kere, Yu. Berantakan” jawab Petrus

“ Ah kamar cowok kan emang gini Bang. Pintunya ditutup aja bang, sayang AC-nya, “ pinta Ayu.

Petrus pun menutup pintu kost. Hati pria Papua ini deg-degan menyadari bahwa ia kini berada di kamar kost dengan gadis cantik yang menjadi idola kampus. Pikirannya sudah menerawang kemana-mana, terlebih setelah ciuman di bioskop tadi.

“ Ayu mau minum?” tawar Petrus sembari menuangkan air dingin dari dispenser dan menyerahkannya ke Ayu.

“Makasih bang” ucap Ayu manis.

Ayu kemudian duduk di atas kasur busa yang terletak di lantai kamar kost. Ia kemudian meraih remote tv dan menghidupkannya.

“ Berarti di sinilah kamar bujangan. Hehehe” ujar Ayu.

Petrus pun kemudian menghampiri AYu dan duduk di sebelahnya. Mereka mengobrol ringan.

“ Ayu, Abang tadi jujur seneng banget dengan di bioskop tadi. Tapi yah Abang ngingetin sekali lagi, meski abang seneng, tapi yah Abang tuh nggak pantes untuk Ayu. Abang tuh respek sama Ayu yang baik, “ ucap Petrus.

Ayu tersenyum. Ia kemudian merapatkan posisinya ke tubuh lelaki Papua itu.

“ Ayu sadar kok bang dengan tindakan Ayu. Ayu nggak nyesel apapun, “ ujar Ayu,

Mendengar itu Petrus tak kuasa untuk tidak membelai kepala Ayu. Ayu tersenyum dan keduanya saling menatap. Lama –lama wajah mereka saling berdekatan dan akhirnya kembali bibir dan mulut mereka saling berpagut. Lidah mereka saling bertautan dan mereka menikmati keadaan itu. Tangan Ayu memegang kepala Petrus dan tangan lelaki Papua itu memeluk tubuh Ayu. Ciuman mereka semakin panas. Dan lama-lama Petrus membarinngkan Ayu ke atas kasur busa. Kini posisi Petrus berada di atas Ayu. Sembari berciuman, tangan Petrus mulai menelusuri tubuh Ayu dan pinggangnya. Kemudian kedua tangan itu mengelus tubuh Ayu dan menjamah payudara Ayu dari luar bajunya.  Ayu yang menerima respon itu, semakin menekan kepala Petrus untuk semakin berciuman. Meski bau rokok kretek, dirasakan nafas Petrus amat jantan dan seksi. Tangan Petrus semakin berani menjamah payudara Ayu dan kemudian meremasnya dengan lembut. Ciuman mereka sempat terlepas. Mata Ayu menatap wajah Petrus yang melihat mukanya dengan pandangan tajam, antara nafsu dan terpesona. Pandangan pasrah Ayu diiringi desahan perlahan gadis itu, membuat Petrus semakin berani meremas kedua payudara Ayu. Ayu semakin mendesah sembari melihat perbuatan Petrus. Petrus kemudian kembali melumat bibir Ayu dan keduanya kembali berpagutan. Ciuman Petrus kemudian merambah ke pipi dan leher Ayu. Ciuman yang disertai jilatan pejantan Papua itu, membuat gadis ini semakin terlena. Petrus pun terbawa nafsu  menjilati dan menciumi telinga Ayu, yang membuat gadis itu makin belingsatan.

 

Nafsu semakin memanas di antara keduanya. Ayu yang semakin panas membiarkan saja tangan Petrus mencoba mengangkat kausnya ke atas, hingga terlihat perut putih mulus gadis itu. Ciuman Petrus kini menjalar ke perut dan semakin ke atas. Baju Ayu semakin ke atas sehingga kemudian tampak bh krem yang menutupi buah dada gadis itu. Petrus semakin mengangkat ke atas baju Ayu. Terlihat Petrus gugup dan mencoba berhenti, namun tangan Ayu dan pandangan matanya mengisyaratkan agar Petrus terus melakukan aksinya. Mendapat persetujuan, Petrus pun berusaha membuka baju Ayu. Ayu pun membantu pria Papua itu untuk melepaskan bajunya. Setelah baju Ayu terlepas, Petrus membuanngya ke samping kasur.  Mereka lalu kembali berciuman, sembari Petrus berupaya melepas BH Ayu. Tidak susah, karena Ayu pun membantu usaha Petrus. Kini Kedua payudara Ayu terpampang jelas. Payudara kenyal berukuran 32D itu tampak bulat kencang, berwarna putih dan dengan dua putting berwarna merah muda. Petrus terpukau melihatnya. Selama ini ia melihat payudara yang berputing hitam milik pelacur yang kerap ia gauli. Tapi kini ia melihat payudara sempurna milik gadis cantik pujaannya. Lelaki Papua itu menatap Ayu .

“tetekmu bagus banget, Yu. Belum pernah disentuh?” Tanya Petrus.

“Iya bang” jawab Ayu berlagak malu.

Tentu saja ia berbohong, karena selama ini kedua teteknya sudah jadi bulan-bulanan Pak Tanba. Tapi efek cincin perawan membuatnya bak milik gadis perawan yang belum tersentuh. Petrus tersenyum puas.

“Boleh Abang sentuh?” Tanya Petrus sopan.

Ayu mengangguk. Petrus kemudian membelai dan meremas kedua tetek indah Ayu dengan lembut. Perlakuan itu membuat Ayu mengerang. Jari Petrus juga kemudian memainkan puting tetek Ayu .. Tidak tahan, mulut Petrus kemudian menciumi kedua tetek itu dan berlanjut pada menjilati dinding payudara, serta puting merah jambunya. Ayu mengerang dan mendesah menahan nikmat jilatan lembut Petrus. Lidah basah dan kasar lelaki Papua itu memberikan sensasi rangsangan terhadap Ayu. Mata gadis ini terpejam dan kepalanya meremas kepala Petrus yang dihiasi rambut ikal cepak itu. Petrus makin menikmati menyusu kedua payudara indah Ayu. Bergiliran kiri kanan, Petrus menjilati dan meremas kedua payudara itu. Ayu semakin belingsatan menerima perlakuan lembut Petrus. Tanpa sadar cengkramannya ke kepala Petrus makin keras dan desahannya semakin kencang. Tangan Petrus kini semakin berani. Ia mengelus turun ke perut dan kemudian semakin turun ke arah selangkangan Ayu. Tangan petrus mencoba membuka celana jeans Ayu dan upayanya itu dibantu oleh sang gadis. Pengait celana sudah terbuka dan Petrus membuka risleting gadis itu. Setelah sukses, Petrus mulai meraba celana dalam Ayu dan mencari belahan vaginanya, sembari mulutnya terus menjilati payudara Ayu. Didapatinya celana dalam Ayu mulai basah akibat rangsangan yang telah ia berikan,  tangan kasar Petrus pun berupaya menyelinap ke balik celana dalam Ayu. Ditelusurinya kemaluan gadis itu. Ia merasa bahwa bulu kemaluan Ayu sudah dicukur hingga terasa licin. Tangan kanan Petrus kemudian berhasil menemukan satu gundukan tebal dan jarinya melata menemukan belahan vagina Ayu. Setelah berhasil menemukannya, jari Petrus pun berupaya menggosok dan mengelusnya. Efek perbuatan Petrus terhada Ayu sangat dahsyat. Rangsangan bertubi dari jilatan Petrus di Payudara dan elusan tangan kanan Petrus di vaginanya, membuat gadis ini terpekik. Matanya terpejam dan kepalanya mendongak. Keringat deras mulai mengucur di tubuh gadis itu, meskipun kamar kost tersebut ber-AC. Petrus semakin intens menggosok vagina Ayu yang dirasakannya semakin basah. Ia melihat reaksi terangsang Ayu di mana gadis itu mengeluarkan suara erangan seksi.

“Aaahh bang.. aaahh geli bang..Bang hentikan” begitu ujar Ayu. Meskipun berkata begitu, tangan Ayu mencengkram kepala Petrus supaya tidak berhenti menjilati payudaranya.

 

Petrus pun menghentikan kegiatannya sejenak. Ia mengeluarkan tangan kanannya dari balik celana dalam Ayu dan menghentikan jilatannya. Terlihat payudara Ayu sudah menegang keras dan basa oleh liur lelaki Papua itu. Ada penyesalan di diri Petrus karena tindakannya sudah sejauh ini dengan Ayu. Padahal dari awal ia tidak ingin memperlakukan Ayu sama seperti mantan wanita yang pernah dihamilinya atau pelacur yang sering ditidurinya. Ia ingin memperlakukan Ayu dengan respek. Namun, kini Ayu sudah setengah telanjang di hadapannya, bahkan tangannya sudah berhasil menyentuh vagina Ayu dan membuatnya basah. Petrus pun merasa bahwa penisnya sudah menegang dan mendesak celana dalamnya. Ayu mengatur nafas setelah Petrus menghentikan kegiatannya. Kedua insan ini saling bertatapan. Petrus membelai kepala dan rambut Ayu yang sudah basah oleh keringat.

“ Ayu, maafkan Abang. Abang sebenarnya sudah berjanji ingin memperlakukan Ayu dengan hormat. Dari dulu Abang mengagumi Ayu. Kini setelah sekian lama, Abang punya kesempatan dekat, Abang tak mampu menahan diri. Lagian Abang sudah lama tidak berhubungan intim. Maafkan ya, “ ucap Petrus lembut.

Ayu tersenyum. Ia menyukai tindakan lembut lelaki ini. Meski hidup keras, lelaki Papua yang hanya lebih tua 5 tahun darinya ini masih memiliki kelembutan. Ia tahu bahwa Petrus memang menyukainya dari semasa kampus. Ayu lalu menarik kepala Petrus dan lalu mencium bibirnya dengan lembut.

“Nggak apa-apa, Bang. Aku menikmati kok. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya, “ ujar Ayu.

Petrus tertegun mendengarkan hal itu. Dari sewktu ia meraba vagina Ayu, ia sudah curiga bahwa gadis ini masih perawan. Tapi ia masih ingin memastikannya.

“Kamu masih perawan, Ayu?”

“Iya bang. Aku masih perawan, “ tentu saja Ayu tidak mengatakan hal sebenarnya, bahwa vaginanya sudah berkali-kali dijebol oleh penis perkasa lelaki Ambon bernama Pak Tanba. Tapi cincin perawan memungkinkan Ayu untuk tetap perawan bila berhubungan dengan lelaki lain. Mendengar jawaban Ayu bahwa ia masih perawan, Petrus menjawab.

“Aku tidak ingin merusaknya Ayu. Biarpun Abang kayak gini, tapi Abang respek sama Ayu sebagai adik tingkat yang Abang hormati.  Biar Ayu nanti nyerahin perawan Ayu untuk lelaki yang tepat. Kita beda agama dan status, “ jelas Petrus.

Ayu membelai kepala Petrus.

“Jujur bang. Kenapa Ayu mengajak abang keluar dari bioskop dan pengen ke kost abang, karena Ayu pengen menikmati waktu berdua dengan Abang. Awalnya Ayu memang tidak berpikir sampai sejauh ini, tapi setelah tadi, Ayu yakin dengan keputusan Ayu. Ayu sudah bilang kemaren sama Abang kalo suatu saat Ayu pengen nyerahin segalanya ke Abang, dan Ayu berpikir sekaranglah waktunya. Ayu pengen nyerahin tubuh Ayu ke Abang sekarang. Di sini, abang, “ ucap Ayu tegas.

Petrus terpukau mendengar perkataan Ayu. Di satu sisi nafsunya memang membludak, di sisi lain ia merasa harus menjaga hubungan ini. Namun perkataan Ayu membuat Petrus yang memang sudah lama memimpikan berdekatan seperti ini dengan Ayu. Ayu kemudian kembali mendekatkan wajah Petrus ke hadapannya dan mencium bibir lelaki Papua ini. Keduanya lalu berpagutan.

 

“ Ayu yakin? Sekarang denganku?” Tanya Petrus menegaskan.

Ayu menganggung pelan sambil tersenyum manis.

“Bentar. Abang mau urus sesuatu. Abang mau bilang ke Abe untuk minta pengertian kalo malam ini kita mau malam pertama. Lagian ini sebenarnya waktu Abang jaga warnet, “ ujar Petrus tersenyum.

Ayu mengangguk sembari tersenyum. Petrus pun bangkit dan berdiri. Ayu melihat sekilas tonjolan di balik celana jeansnya semakin besar. Petrus keluar dari kamar kost. Jam sudah menunjukkan pukul 23:15. Ia merapikan bajunya sekilas, agar tonjolan di celananya tidak terlihat oleh orang lain. Ia pun menghampiri temannya Abe di warnet depan.  Abe terlihat sedang merokok sendirian.

“ Hey nongol juga lo. Lama banget di dalem .Ngapain aja sama Ayu? “ Tanya Abe terkekeh.

Petrus tersenyum. Ia meminta rokok dari Abe dan kemudian menghidupkannya. Petrus menghisap rokoknya dalam-dalam sebelum ia berkata.

“Ayu bilang dia pengen tidur di kost mala mini, Be” ujar petrus.

“Lah gitu aja tinggal tidur aja, “ tukas Abe.

“BUkan gitu goblok. Ayu pengen tidur di kost bareng gue. Dan dia mau nyerahin keperawanannya sama gue, “ ujar Petrus. Terdengar nada bangga di dalam suaranya.

“Buseet.. Dia masih perawan? Anjir beruntung banget lo, “

Petrus tersenyum nyengir.

“Makanya gue mau minta bantuan lo untuk gue pinjem dulu kamar. Gue mau muasin dia dan mau malam ini malam indah bagi dia. Menurut lo gue pake kondom nggak?”

“Yah terserah lo. Tapi kalo pake kondom mecahin perawan orang mah nggak enak. Tapi kalo nggak pake, takutnya tuh cewek hamil kayak lo dulu. Trus Yang gue pikir, sanggup nggak Ayu nerima penis gede lo? Cewek panggilan aja masih kelenger sama barang gede lo. Hahahahaha “ Tanya Abe.

“Hahaha.. makanya gue minta bantuan lo. Gue mau fokus supaya gue bisa merawanin dia dengan lembut. Ah udah ngaceng nih gue.. Doain gue yak, “ cetus Petrus seraya mematikan rokoknya dan beranjak ke kamar kost

“Anjir lo beruntung banget” dalam hati Abe iri dengan keberuntungan Petrus bisa meniduri gadis secantik Ayu.

Petrus dengan sigap sampai di kamar kostnya. Ketika membuka pintu,  ia melihat Ayu sudah berada di balik selimut tipis yang sering dipakai Petrus untuk tidur. Petrus tahu bahwa Ayu sudah menanggalkan seluruh pakainnya, karena pakaian gadis ini sudah terletak di pinggir kasur. Petrus tersenyum, ia mengambil minum sejenak membasahi kerongkongannya. Ia lalu mengeraskan volume tv, dengan tujuan agar ketika ia berhubungan badan dengan Ayu, suara mereka tidak terdengar tetangga. Setelahnya Petrus mulai membuka kaus yang dikenakan. Terlihat badan gempal berotot Petrus dan perutnya yang sedikit buncit akibat sering minum. Ternyata Pettrus juga memiliki tato di dada sebelah kiri, berbentuk salib berukuran sedang.

 

Petrus kemudian melucuti celana jeasnya dan tinggal memakai celana dalam usang berwarna biru tua. Dari balik sempak itu, terlihat tonjolan besar akibat lelaki Papua ini sudah terangsang. Kini Petrus hanya memakai celana dalam saja. Badan hitam khas Papuanya ditumbuhi sediikit bulu, terutama di dada dan paha gempalnya. Petrus menghampiri Ayu yang sudah terbaring di balik selimut. Petrus berbaring di samping Ayu memeluk tubuh Ayu. Gadis ini mencium bau jantan dari lelaki Papua ini. Meskipun sudah sering berhubungan intim, Ayu masih merasa deg-degan. Terlebih ini saat dia melepaskan keperawanannya untuk kedua kali. Petrus mengelus wajah cantik Ayu. Kemudian mencium bibirnya. Mereka saling berpagut sesaat. Petrus kemudian membuka selimut yang menutupi tubuh Ayu dan terpampanglah tubuh gadis yang sudah telanjang bulat itu. Tubuh Ayu terlihat amat indah dengan lekuk sempurna. Warna kulitnya putih bak pualam dengan putting susu yang merah muda. Terlihat juga vagina Ayu yang masih rapat dan bulunya dicukur. Kakinya yang jenjang dan mulus menambah kesempurnaan Ayu. Melihat ini Petrus semakin terangsang. Ia kemudian melumat bibir merah Ayu dan tangannya meremas kedua payudara gadis ini. AYu segera menyambut serangan Petrus dengan meremas kepalanya. Keduanya berciuman dengan amat bernafsu dan lidah mereka saling berpaut. Tangan Petrus meremas dan jemarinya memainkan puting merah muda Ayu. Desahan ayu tertahan oleh sumbatan mulut Petrus di mulutnya.

“mmmphhh.. mmpphh” begitu bunyi keduanya.

Lidah dan mulut Petrus kemudian beralih ke leher dan telinga Ayu. Ayu makin belingsatan dan dia pun mengerang menahan gairah.

“aahhh,,, terus bang..teruss…”  

Petrus semakin bersemangat. Jilatan dan ciumannya semakin turun ke dada. Kini ia meremas kedua oayudara Ayu dengan lembut. Setelah puas, Petrus mengulum dan menjilati kedua payudara Ayu , serta kedua putingnya secara bergantian. Ayu semakin belingsatan. Keringat keduanya semakin deras. Petrus berupaya menahan gerak badan Ayu yang belingsatan menerima rangsangan darinya.

“Aaahh bang.. gelii.. aaahhh.. terus bang..” begitu desah Ayu.

Petrus tersenyum melihat reaksi Ayu ini. Ia semakin bersemangat dan kini tangan kanannya sudah membelai perut, kemudian turun ke paha. Belaian dan usapan telapak tangan kasar Petrus membuat Ayu semakin terangsang. Jilatan dan kenyotan mulut Petrus di payudaranya membuat rangsangan itu smekin hebat. Terlebih kini tangan dan jemari kanan Petrus sudah naik meraba vaginannya. Petrus membelai vagina itu dengan lembut. Ayu semakin belingsatan.

“Ooohh.. aaaahhhhh” desah Ayu dengan nafas naik turun. Matanya terpejam meresapi kenikmatan itu.

 

Jari hitam Petrus kini menelusiuri belahan vagina milik Ayu. Jemarinya berupaya menguak belahan vaginannya dan menggosoknya .. Vagina itu pun semakin basah.

“Aahhhh  .. aaahhhhhhh.. ooh, “ desah Ayu,

Petrus meluangkan waktu sejenak mengalihkan kenyotan di payudara Ayu ke bibir sang gadis. Mereka saling lumat dan desahan Ayu tertahan karenanya. Tak lama, Petrus kini mulai melepas celana dalamnya. Lalu terlihat batang penis Petrus yang dipenuhi jembut keriting lebat hitam dan ukurannya sama besar seperti Pak Tanba. Hanya saja, penis Petrus tidak disunat seperti Pak Tanba. Penis Petrus yang sudah menegang berukuran sekitar 19-20 cm, berwarna hitam dan berurat, serta gemuk. Ayu kemudian melihat Petrus mengocok penisnya dan membuka lipatan kulup kepala penisnya. Tampak kepala helm penis berwarna coklat kemerahan dan sedikit lancip. Penis itu terlihat dipenuhi urat.  Petrus mengocok penisnya lalu kembali berbaring. Sembari mengocok penisnya, ia menciumi mulut Ayu.

“ Bang, gede banget penis abang, “

“oooh tenang Ayu.. Ayu turuti Abang aja yaa, “ jawab Petrus. Ia kemudian menciumi mulut Ayu kembali dan berusaha mendekatkan tangan Ayu ke penisnya.

Ayu yang memang sudah terbiasa, berupaya terkesan gugup sewaktu memegang penis itu. Tangan Ayu tentu saja terlihat kecil disbanding penis Petrus, namun Ayu berupaya mengocok penis itu.

“ ooh yes Ayu.. Gitu..ooh..” desah petrus yang kemudian melumat mulut Ayu.

Tak lama Petrus terlihat beringas. Ia kemudian turun ke bawah ke selangkangan Ayu. Kedua tangan hitam kekarnya mencoba membuka kaki dan paha Ayu.Kemudian ia pun turun ke vagina Ayu dan menjilatinya, serta menciuminya. Ayu pun makin beringas.

“ oooooh  baaaaannggg.. aaaaahhh” Ayu menggeliat.

Petrus semakin semangat menjilati vagina Ayu. Cairan vagina semakin deras keluar. Lidah Petrus menjulur lembut dan memberikan rangsangan, terutama di klitoris Ayu yang sudah membengkak. Petrus bisa melihat selaput dara Ayu yang berwarna bening terletak dan siap untuk ditembus. Petrus dengan telaten menjilati sembari menahan gerak Ayu. Ketelatenan Petrus membuahkan hasil karena Ayu kemudian hendak mencapai orgasme. Tapi ketika Petrus melihat gerakan Ayu semakin liar tanda hendak mendapatkan orgasme, Petrus menghentikan Jilatannya. Ayu yang merasa terputus , kemudian melihat Petrus.

“ ooh bang.. Ayu sudah tak tahan”.

Petrus terlihat mengocok penisnya dan membuka kulupnya. Ia kemudian menindih Ayu dan meraih kedua tangannya. Kedua tangan ayu direntangkan di samping kiri dan kanan badan Ayu, serta dipegang oleh Petrus. Kedua kaki Ayu mengangkang dan vagina Ayu bergesekan dengan penis Petrus. Petrus kemudian menciumi bibir dan Mulut Ayu. Ayu merasa meski badan Petrus lebih rampin ketimbang badan besar pak Tanba, tetap saja berat badan lelaki Papua ini membuatnya sedikit sesak. Sembari berciuman, Petrus mengutarakan niatnya untuk memasukan penisnya ke vagina Ayu.

“ Ayu, abang mau masukin punya Abang sekarang. Ayu mau pake kondom atau nggak?” Tanya Petrus.

Ayu menatap wajah Petrus yang sudah menahan nafsu demikian berat. Gadis ini lalu mencium bibir Petrus dan menjawab, “

“ Nggak usah pake kondom, Bang. Ayu siap, “

 

Jawaban Ayu disambut ciuman oleh Petrus. Dan ia lalu mengambil posisi berjongkok. Petrus menggocok penisnya yang kulupnya sudah dibuka. Ia menggesek-gesekkan kepala penisnya yang besar dan berujung sedikit runcing ke bibir vagina Ayu. Vagina Ayu pun semakin basah oleh cairan. Petrus kemudian semakin menguakkan paha dan vagina Ayu. Dan mulai mencoba memasukkan kepala penisnya. Terasa sempit dan seolah ada yang menolak. Petrus menarik kepala penisnya dan mencoba lagi menusuk. Begitu berulang-ulang. Hingga kala Ayu terlena, Petrus pun menusukkan kepala penisnya dengan sedikti kejutan. Akibatnya cukup menimbulkan kesakitan bagi Ayu. Meskipun telah pecah perawan sebelumnya, pengalaman dengan Petrus kali ini tetap menibulkan sakit.

“aaaah..sakit bang”

Petrus pun merasa kepala penisnya terasa perih karena harus bergesekan dengan lipatan kulit vagina Ayu. Ia terus berupaya memasukkan dan akhirnya terdengar punya pecah, serta diriingi darah perawan mengalir.

“Ahhhhh..sakiittt”  teriak Ayu..

Ayu kemudian mendongakkan kepala dan menjerit. Matanya terpejam dan keluar urat di leher putihnya. Di sisi lain, petrus merasa dunyutan dan pijitan kuat di kepala penisnya. Ia mendengus keras. Keringat mengaliri badan hitam atletisnya. Kedua tangan kekar Petrus semakin menguakkan paha Ayu agar ia semakin leluasa memasukkan penisnya ke vagina Ayu. Pantatnya terlihat mencoba mendorong. Ayu merasa gesekan antara kulit penis Petrus dan vaginanya menimbulkan sensasi nyeri. Meski pernah sebelumnya, tetap saja pengalaman pertama seperti ini membuat Ayu merasakan sakit awalnya. Setelah melihat darah perawan mengalir, Petrus berupaya memajukan sedikit lagi batang penisnya ke dalam vagina Ayu. Petrus sadar penisnya amat besar untuk ukuran vagina perawan Ayu. Ketika sudah dirasa cukup sepetiga penisnya masuk, Petrus membiarkan sejenak untuk beradaptasi. Di bawahnya, terlihat Ayu menangis air matanya mengalir menahan perih. Petrus memandangi Ayu dengan perasaan bangga bahwa ia sudah memerawani gadis pujaanya. Setelah kurang lebih 5 menit mendiamkan penisnya di vagina Ayu agar bisa beradaptasi, Petrus menggenjot perlahan penisnya.

Ayu pun mendesah “oohh…aaahhh,,aahhhh”

Petrus memaju mundurkan pantatnya yang hitam sekal dengan lembut. Kedua tangganya yang berotot menjaga paha Ayu agar tetap terkuak.

 

#####################

Sementara itu di luar Abe begitu penasaran ingin mengintip persetubuhan Petrus dan Ayu. Ia pun memutuskan untuk ke kostnya sebentar. Jam sudah menunjukkan pukul 00:30, berarti sudah satu jam sejak terakhir Petrus memaskui kost mereka. Abe pun menghampiri kamar kostnya.. Dari balik puntu Terdengar suara televisi dihidupkan. Tapi dari balik pintu terdengar suara desahan perlahan dan geraman orang sedang memadu nafsu. Abe mencoba membuka pintu, namun terkunci. Sementara kunci kamar tersangkut di balik pintu, sehingga Abe tidak bisa mengintip.

“ Sialan” ..ujar Abe

Abe seebnarnya bisa mengintip dari lubang angin di atas jendela. Namun tindakannya itu bisa mengundang curiga bila ada yang memergokinya, dan bisa berakibat fatal bagi Ayu dan Petrus. Bisa-bisa mereka digerebek karena berzina. Maka demi keamanan sahabatnya itu, Abe rela tidak mengintip.

“Untung banget dah si Petrus, “

Sementara di dalam terlihat dua sosok tubuh telanjangan berwarna kulit kontras sedang memacu birahi. Sudah 15 menit sejak Petrus berhasil membobol keperawanan Ayu dan kini Ayu akan beranjak di orgasme kedua. Masa sulit Ayu dalam melepas keperawanan sudah lewat dan kini ia menikmati kenikmatan sesunggunya. Dirasakan berhubungan dengan Petrus berbeda saat dengan Pak Tanba. Petrus lebih  kuat dan lebih beritme dalam melakukan hubungan seks. Tubuh hitam telanjang lelaki papua itu terlihat berada di atas Ayu. Kedua tangan kekarnya masih memegangi paha Ayu agar tetap terkuak dan memudahkannya melesakkan penisnya ke vagina Ayu. Keringat membasahi tubuh kekar Atletis Petrus dan terlihat amat jantan. Di bawahnya tergolek sosok telanjang berkulit putih yang masih lemas menggapai orgasme pertamanya. Petrus pun berupaya membantu Ayu terangsang.  Dia menciumi payudara, leher dan telinga Ayu.

“Ahhha…ahhhh…ahhha…” begitu desah Ayu.

Tak lama kemudian Ayu pun akan menggapai orgasme keduanya. Genjotan Petrus pun semakin kuat. Kedua tangan Ayu merangkul leher Petrus sementara petrus semakin liar menusukkan penisnya ke vagina Ayu. Vagina Ayu yang sudah mengeluarkan pelumas dan darah membuat masuknya penis Petrus semakin mudah. Mendekati orgasme kedua, vagina Ayu terasa amat menjepit dengan kuat. Jepitan dan remasannya membuat penis Petrus semakin membengkak dari ukurannya yang sudah besar.Nafas keduanya memburu dan akhirnya keduanya mencapai puncak secara berbarengan. Ayu mendonggakkan kepalanya keatas. Matanya cuma terlihat putihnya saja. Mulutnya menganga lebar dan kedua kakinya menjepit pinggul Petrus.

“ ahhhhhhhh…ahhhhh…ahhhhhh” keluarlah pelumas dari vagina Ayu.

Sementara Petrus mendengus keras bak benteng terluka. Otot di sekujur tubuh hitamnya menegang, terutama di leher, dahi, tangan, paha dan pantat. Ia memasukkan penisnya sedalam mungkin dan ia pun menggeram.

“ oohh…ooohh..ooh ..crot..crot..crot..crot” berliter liter air mani kental putih menyemprot ke dalam vagina Ayu dan bercampur dengan darah, serta cairan vagina Ayu.

 

Nafas keduanya memburu. Tubuh Petrus tergeletak di atas tubuh Ayu. Kedua meresapi kenikmatan hubungan intim pertama mereka. Penis Petrus melemas dan sedikit mengecil, namun masih tertancap di vagina Ayu. Setelah istrirahat sejenak, Petrus pun melepaskan penisnya. Terlihat batang hitam besar itu berlmuran air mani, cairan vagina dan darah perawan Ayu. Air mani petrus sangat kental sehingga meeluber ke atas seprai kasur busanya. Pun dengan darah perawan Ayu. Petrus amat bangga. Lelaki bertato itu kemudian berbaring di samping Ayu yang masih tersengal.

“ terima kasih Ayu. Abang sangat puas. Maafin Abang ya, “ Ujar Petrus.

Ayu tersenyum. Ia mengelus rambut ikal pendek Petrus dan mencium bibirnya.

“ ayu juga puas bang, “ ujar Ayu. Keduanya berciuman.

Petrus kemudian bangkit. Terlihat badan bugilnya yang atletis dari belakang. Penis panjang besar kulupnya berayun. Ia mengambil air minum, menegaknya sebentar, lalu menghampiri Ayu. Petrus mengulurkan air minum ke Ayu. Ayu mencoba bangkit, ia masih merasa perih di selangkangannya.

“ Masih perih Ayu?” Tanya petrus.

“IYa bang’

“ bentar lagi hilang.Tahan ya, “ jelas Petrus.

Sesudah minum, Petrus kemudian membimbing Ayu untuk ke kamar mandi. Ay tertatih kemudian menuju kamar mandi dan berupaya membersihkan diri. Ukuran kamar mandi kost yang sempit membuat mereka tidak bisa mandi bareng. Petrus menunggu di atas kasur, sembari membereskan seprai akibat pergumulan mereka.  Ayu yang mandi dan membersihkan diri merapal mantra Cincin Perawan dan membuatnya klembali segar. Petrus merasa bangga bisa meraih perawan Ayu, tapi dia tidak tahu rahasia di balik gadis yang baru ditidurinya itu.

To be continued....
By: Monsieur Djoe

Tuesday, May 27, 2014

Demi Tugas 3

Demi Tugas 3


Savitri
Ketika siuman dari bius, Savitri sudah terbaring telanjang di lantai dingin sebuah ruangan yang tak ia kenali sebelumnya. Yang pertama-tama membuat dia panik adalah ketelanjangannya; karena selama ini dia selalu berpakaian menutup seluruh tubuh. Dia berusaha lolos tapi tak bisa; bahkan melihat saja tak bisa karena matanya ditutup.

“Ah, sudah bangun, Tuan Putri?”

Savitri menoleh ke arah datangnya suara. Dia merasakan ada yang membangunkannya ke posisi duduk, lalu membuka penutup matanya. Matanya membelalak memandang seorang wanita dewasa yang mengenakan kimono mewah sedang duduk di kursi mewah bagai takhta.

“Siapa kamu?” tanya Savitri dengan suara parau karena pengaruh obat bius yang masih membekas di tenggorokannya

“Bukankah kamu selama ini cari info tentang aku? Perkenalkan, aku Ryoko… germo yang kamu selidiki.”

Savitri menegang, ia berhadapan langsung Ryoko. Ia berusaha lari, dan kemudian tersadar pergelangan kakinya terikat menyatu dengan menggunakan tambang rami, demikian juga dengan pergelangan tangannya.

“Kamu usil…” kata Ryoko sambil bangkit dan menghampiri Savitri yang berusaha beringsut menjauhi sang wanita yang wajahnya kemudian berubah garang di balik riasan geishanya. Ryoko menjambak rambut sang gadis yang mengernyit kesakitan.

“Aku paling nggak suka orang yang terlalu ingin tahu” katanya lagi sambil melirik ke arah lelaki kekar yang menjadi tangan kanannya.

Savitri menjerit-jerit minta tolong sekeras yang ia bisa. Ryoko tertawa keras, “Silakan teriak. Nggak ada yang bakal dengar suaramu.”

Si bodyguard kekar yang bertelanjang dada itu dengan mudahnya membopong tubuh Savitri dan membantingnya ke atas meja, membuat sang gadis menegang kesakitan. Si bodyguard langsung menautkan tambang yang mengikat pergelangan tangan Savitri, dan mengeratkannya dengan tambang lain ke ujung meja yang sudah dimodifikasi untuk menjadi tempat kaitan tali itu. Meja itu sendiri cukup kecil sehingga pinggul Savitri tepat berada di ujung meja.  Ia menandang-nendang meronta sebisanya ketika sang lelaki melapaskan belenggu kakinya, menyebabkan lelaki itu kesulitan. Si bodyguard lalu melepas sabuk kulit di celananya. CTAAAAARRRRR! Mata Savitri membelalak, mulutnya membuka namun tak ada teriakan yang keluar ketika dengan kejam bodyguard itu mencambuk payudaranya. CTAAAARRRR!!! Kini teriakan menggema ketika sabuk itu menghantam perutnya, pahanya, wajahnya. Dan tubuh sang gadis melonjak-lonjak liar ketika belahan vaginanya merasakan cambukan brutal itu berulang-ulang. Ketika Savitri hanya bisa merintih menahan sakit, bodyguard itu kemudian berlutut di hadapan kedua kaki sang gadis lalu dengan perlahan mengikat masing-masing pergelangan kaki ke kaki meja hingga kini tubuh Savitri membentuk huruf Y mendatar di meja unik itu, meja yang memiliki plat kayu bergerigi melintang di tengahnya.

 

Ryoko mendekati Savitri yang menggeliat berusaha melepaskan diri dari meja itu, pinggangnya sudah mulai sakit oleh tekanan gerigi kayu itu.

“Kamu ingin tahu siapa aku? Aku Ryoko… dan aku adalah… Neraka!”

Ryoko lalu memerintahkan bodyguardnya untuk memutar roda kayu yang berada di kepala meja itu. Savitri mendengar derak kayu berputar, ia terus meronta, dan rontaannya makin kencang ketika ia merasa kalau tambang rami yang membelenggu tangannya itu makin tertarik dan mengencang.

Savitri menjerit kesakitan ketika tubuhnya dipaksa meregang di atas “The Rack” yang kini menyakitinya dengan sangat itu. Tulang rusuknya tercetak jelas di kulitnya yang meregang, bahkan sentuhan ringan tangan Ryoko di kulitnya menyebabkan sang gadis mendesis kesakitan.

“Aku adalah neraka, aku adalah dewi kematian, aku adalah sang penghukum!” kata Ryoko lagi sambil mengambil lilin besar yang menyala dan menetesi tubuh Savitri dengan lilin cair panas itu di spot-spot yang diketahuinya akan sangan menyakitkan sang gadis, seperti di puting dan di belahan vaginanya yang berambut  halus.

Dengan paha teregang Savitri tak bisa berbuat apa-apa ketika Ryoko mengambil semangkuk balsem, lalu memoleskan balsem itu ke vagina hingga ke belahan pantat sekalnya, membuatnya menjerit-jerit kesakitan. Ryoko lalu mengambil lakban dan melekatkan lakban  di selangkangan Savitri. Tangan dan kaki Savitri makin terluka ketika tangannya mengepal mendadak, ia mengejan menahan sakit. Ryoko menyentak lakban itu dengan kasar, meninggalkan kulit kemerahan di selangkanan sang gadis yang kini bersih dari rambut. Roko memberi tanda pada sang bodyguard yang lalu membuka papan kayu di bawah the rack hingga kini Savitri tergantung mengambang dengan hanya tertahan bar kayu dengan gerigi yang telah menggores pinggang dan pinggulnya itu. Si bodyguard itu lalu menyelusupkan tubuhnya dan memposisikan dirinya hingga berada di bukaan selangkangan sang gadis. Savitri melolong mohon belas kasihan…

“Tidak… Jangan… aku masih peraWAAAAAAAAAAARGGGHHHH!”

Hentakan penis sang bodyguard membuat Savitri menjerit kesakitan dan frustasi, keperawanannya direnggut semena-mena oleh orang yang tak dikenalnya, serta dalam kondisi tersiksa seperti ini, namun apa dayanya, darah keperawanan telah mengalir…. Darah juga mengalir dari kulit pergelangan tangan dan kaki yang terluka akibat gesekan tambang rami itu.Dan Savitri kembali panik ketika ia merasakan hangatnya sperma yang ditembakkan secara seenaknya oleh pemerkosanya di dalam rahimnya….

“Aku tidak mau hamiiiiiilllll!” teriaknya.

Ryoko terkekeh dan berkata, “Telat… Benihnya sudah berenang ke dalam, siap membuahi telurmu…  hahaha…  harga yang pantas untuk reportasemu, kan?”

Rasa frustasi beralih menjadi murka, “Anjing kamu Ryoko… aku bunuh kamu…. Aku akan AAAAAAAAAAARGGGGH!”

Kini anusnyalah yang mengeluarkan darah keperawanan ketika Ryoko menyodokkan sebuah dildo ke dalamnya tanpa pemberitahuan.

“Aku yang akan membunuhmu gadis kecil,” balas Ryoko dingin.

Ryoko lalu memberi tanda kepada sang bodyguard yang mengendurkan the rack, lalu membebaskan Savitri yang sudah lemas itu. Savitri hanya bisa merintih kesakitan ketika kedua tangannya diikat dengan erat di belakang tubuhnya. Kedua sikunya diikat erat hingga hampir menyatu. Bodyguard itu lalu mengikatkan pergelangan tangan tangan Savitri dengan pergelangan kakinya, ia lalu membentuk simpul sehingga tali di siku Savitri berhubungan dengan tali di mata kakinya.

 
Ryoko


Savitri yang lelah bisa mendengar rantai diturunkan dari langit-langit. Yang tak ia sadari adalah ketika sebuah kait besar dikaitkan ke simpul itu dan…Savitri kembali menjerit-jerit kesakitan ketika tubuhnya melayang di udara denga posisi menyakitkan itu, ia kini memohon-mohon belas kasihan Ryoko. Ryoko justru memerintahkan sang bodyguard untuk membawa sebuah heater dan menyalakannya tepat di bawah tubuh Savitri. Selain itu sepasang vibrating dildo dicolokkan ke vagina dan anus Savitri yang beberapa saat lalu masih perawan itu. Erangan, rintihan dan geliat tubuh Savitri yang kesakitan dan kepanasan itu malah seakan menambah nafsu Ryoko yang bagai tanpa perasaan menikmati hidangan mewah di meja dekat Savitri tergantung. Dan ketika Ryoko selesai menikmati hidangannya, Savitri sudah hampir pingsan dengan keringat yang membanjir dan bagian depan tubuh yang memerah bagai udang rebus.

Ryoko berbisik di telinga sang gadis yang kepalanya terkulai lemah itu, “Jangan pingsan dulu karena aku belum lagi mulai menyiksamu…”

Ia lalu memerintahkan sang bodyguard untuk memanggul tubuh sang gadis yang sudah sangat lemah ke halaman belakang villa besar yang menjadi sarang penyiksaannya itu. Halaman belakang itu sangat luas, namun itu semua tak ada harganya di hadapan Savitri yang begitu kelelahan menerima siksaan beruntun di tubuhnya, ditambah kenyataan kalau keperawannnya baru saja direnggut paksa.

Savitri hanya pasrah ketika ia dipaksa berbaring telungkup di rumput basah halaman belakang villa itu. ia begitu lelah untuk sekedar melawan ketika diposisikan hingga wajahnya menyamping bertemu tanah basah, sementara pantanya dibuat menungging tinggi. Dua batang leg spreader diikatkan ke pergelangan kakinya serta di balik lututnya memaksanya mengangkang, lalu kedua spreader itu dieratkan ke pasak yang tertancap di tanah. Kedua tangannya diposisikan disamping tubuhnya yang menungging tak wajar itu lalu juga diborgol ke leg spreader di mata kakinya. Lalu untuk menambah kuncian di tubuhnya, lehernya diberi penahan hingga kepala sang gadis tak bisa ditolehkan ke sisi yang lainnya. Dan sebuah ring gag besar dipasang oleh Ryoko sebagai aksesori terakhir.

“Nikmati istirahatmu, Savitri…” kata Ryoko sambil mengajak sang bodyguard meninggalkan Savitri terbelenggu kedinginan oleh angin pegunungan, dan sengatan matahari yang menyakiti punggung dan pantatnya yang menjulang tinggi.

Mulut sang gadis mulai kering karena liur yang selalu keluar dari mulutnya yang membuka lebar itu. Ia menangis… Embikan domba mengagetkan Savitri….Ia bisa melihat kaki-kaki domba yang berkeliaran merumput di sekelilingnya, namun yang tak disangkanya, ia mendengar suara orang….

“Euleuh euleuh…. Geuningan aya bondon anyar nyi Ryoko….”

Savitri mencoba menjerit, namun ring gag itu jelas mengenyahkan maksudnya, dan teriakannya tak membuahkan apa-apa… Ia frustasi, ia bisa merasakan tangan kasar sang gembala meremasi pantanya, dan….airmata sang gadis kembali membasahi rumput ketika penis sang gembala dengan bebasnya mengakses vagina dan anusnya sesuka hati dan kemudia mengisi rahimnya dengan benih kotor. Sesudahnya, dingin yang menusuk tulang menjadi teman bagi tubuh ternoda sang gadis…. Bunyi jangkrik memenuhi malam ketika telinga Savitri mendengar langkah beberapa orang mendekati dirinya….Ia menggumam… memohon Ryoko untuk melepaskan dirinya…Namun….

“Anjrit… Mang Odet teu ngabohong euy…. Alus pisan awakna iyeu bondon, yeuh.” kata orang itu, dan Savitri bisa merasakan beberapa pasang tangan meremasi payudaranya, mengelusi tubuhnya… kenyataan banyaknya sperma kering tak membuat nafsu mereka berkurang, malah makin menjadi.

“Nyi Ryoko memang hebat, bisa ngadapetkeun bondon elit jiga kieu…” kata seorang dari mereka.

“He’euh… bari Nyi Roko ngijinankeun urang-urang ngijut bondon anyarna, garatis deui….”

Jiwa Savitri langsung terbang ke kehampaan ketika ia mendengar bunyi celana yang diturunkan…. Dan kemudian ia kembali disetubuhi, tanpa bisa menghindar.

“Jang… maneh di mana?” ujar orang yang sedang memerkosa savitri sambil menelepon.

“Buru ka dieu…. Ajak nu lainna, nya… he’euh… pokonamah kualitas nomor hiji nu ieumah… henceutna ngagriplah pokonamah….Buruan nya… aing meju heula yeuh….uuuggghhhh!”

Berapa banyak yang harus ia layani?

 

Sementara dari balik tirai villa, Ryoko nampak senang melihat pemuda-pemuda pengangguran, pengemis, pengamen, dan gelandangan bergantian menikmati tubuh terbelenggu Savitri. Ia lalu memandang ke arah sang bodyguard lalu tersenyum mengundang….Dan malam itu dua persetubuhan terjadi….Persetubuhan liar Ryoko dengan sang bodyguard, dan pemerkosaan massal yang dialami Savitri. Dan ketika Ryoko tertidur pulas bersama sang bodyguard, Savitri harus menahan dinginnya angin malam yang ditambah hujan lebat yang mendadak turun seakan ingin ikut menyiksa sang gadis. Mentari mulai meninggi ketika Savitri terbangun. Belenggunya telah dilepas, namun Savitri terlalu lemah untuk bergerak… namun dengan sisa tenaga yang ada ia bangkit untuk mendapati penis sang bodyguard yang berada tepat di hadapan wajahnya. Ketika ring gag-nya dilepas, mulut sang gadis tetap membuka karena masih terasa kaku. Ia disuruh berlutut, lalu penis itu mendesak masuk ke mulutnya hingga mentok. Sang bodyguard mencengkeram kepala Savitri dan mulai memaju mundurkan kepala Savitri. Dengan tidak sabar sang bodyguard menggerak-gerakkan pinggulnya dengan keras lalu menyemburkan sperma kentalnya ke dalam mulut sang gadis. Ironisnya, Savitri sedikit bersyukur karena bisa menghapus rasa dahaga yang melandanya.

Ia tak menolak chain strap yang dipasangkan di lehernya, dan mengikuti dengan gontai langkah sang bodyguard masuk ke dalam villa siksa.

 

*****

Savitri diberi makan dan minum secukupnya tapi kemudian kembali diperkosa. Tiga hari tiga malam dalam neraka bagi Savitri. Sesudah seluruh kekuatan fisik dan semangatnya terkuras dan jiwanya remuk, Ryoko muncul kembali di hadapannya.

 “Bunuh aja... aku....” pinta Savitri lemah, ketika berhadapan dengan Ryoko yang berdandan lebih kalem, sebagaimana seorang executive lady yang sedang menikmati liburan

“Bunuh? Non wartawati, aku bukan pembunuh. Tapi pengusaha baik-baik. Kerjaku bikin orang senang. Buat apa aku bunuh kamu?”

Savitri tak kuat untuk menantang lagi. Kemaluannya terasa sakit sesudah dipakai non stop.

“Kamu badannya bagus, lho...” kata Ryoko. “Sayang kalau diumpetin terus. Gimana kalau pindah kerja sama aku aja? Bayarannya lebih gede, kerjanya lebih enak.”

Savitri menggeleng.

“Tapi kamu nggak bisa nolak. Aku ada job yang pantas buat kamu... Savitri?” Ryoko mengangkat kartu identitas jurnalis yang diambilnya dari bawaan Savitri. “Aku punya nama yang lebih bagus buat kamu. Thalia. Suka nggak?”

Savitri tidak diberi kesempatan menjawab. Anak buah Ryoko kembali meringkusnya...

 

*****

Selama dalam penyekapan, Savitri sempat berusaha tawar-menawar dengan Ryoko. Salah satunya dengan menggunakan Irina. Savitri menuding Irina sebagai penyusup. Ryoko mengatakan, kalau informasi itu asli, Savitri boleh bebas asalkan tidak mengungkap berita tentangnya (tentu sambil mengancam bahwa dia akan diawasi). Sementara kalau bohong.... Maka Ryoko pun memanggil Irina ke villa, sambil pura-pura mengamuk dia mencoba mengkonfrontasi Irina. Tapi reaksi Irina yang menantang Ryoko untuk membunuhnya dengan pisau bedah membuat Ryoko lebih percaya Irina daripada si wartawati. Berminggu-minggu Savitri kembali menjalani neraka. Lebih parah daripada sebelumnya. Tubuhnya tak hanya dipakai. Tapi juga diubah. Dia telah menjadi objek rencana keji Ryoko... yang oleh Ryoko sendiri disebut “inovasi jasa” dalam bisnisnya.

Dan sekarang...

 

*****

Begitu tudung itu terbuka, Irina langsung menarik tali pengikat yang terhubung ke kalung ketat di leher Savitri. Bukan, bukan lagi Savitri.

“Pak Prabu, ini Thalia,” Ryoko memperkenalkan.

Sulit mengenali Savitri yang dulu, yang sebagian besar tubuhnya tak kelihatan untuk umum. Yang ada di hadapan Prabu adalah seorang perempuan yang telah dimodifikasi, bernama baru Thalia. Payudaranya telah diperbesar sehingga kelihatan seperti sepasang bola yang bergelantung padat di dadanya, dengan pentil mencuat seperti peluru. Rambutnya merah, semerah bibirnya yang penuh dan basah. Dan bibirnya terpaksa membuka memuat ball gag dalam mulutnya. Masing-masing telinganya ditindik dua lubang dan digelantungi anting lingkaran emas besar. Kuku-kuku jarinya juga diwarna merah, namun itu belum terlihat oleh Prabu karena kedua tangannya diikat di belakang punggung. Dia mengenakan sepatu hak tinggi dan tubuhnya hanya tertutup sabuk-sabuk kulit. Di depan pusarnya ada satu cincin besi terhubung ke empat sabuk. Satu sabuk menghubungkan cincin itu ke kalung ketat dan lewat di antara sepasang payudaranya yang diperbesar, dua melingkari pinggang, satu lagi ke bawah menyelusup di kemaluannya yang tak tertutup lalu naik lagi ke cincin lain di punggung. Cincin di punggung tidak terlihat karena tertutup rambut merah yang panjang sampai ke sana. Sabuk yang melewati kemaluannya juga menahan dua benda tepat dalam posisinya: dua vibrator, satu dalam vagina, satu dalam anus.

“Suka nggak?” tanya Ryoko.

Prabu tersenyum lebar lalu mendekati Thalia. Ketika telah dekat dia mempelajari seluruh perubahan yang dibuat Ryoko pada tubuh Thalia. Prabu meraba payudara baru Thalia, tidak muat di satu tangan saja. Rambut merah menyala di samping telinganya disibak; terlihat earphone masuk ke telinga Thalia. Ketika dicabut, dan Prabu coba mendengarkan, yang terdengar adalah suara perempuan mendesah ketika disetubuhi, juga meminta-minta disetubuhi dengan kata-kata mesum, sambil mengaku sebagai pelacur, lonte, cewek murahan, dan semacamnya.

“Itu suara dia sendiri, yang direkam terus kusuruh dia dengar lagi terus-terusan,” Ryoko menjelaskan.

“Conditioning ya... Atau hipnotis diri sendiri?” Prabu meneruskan pemeriksaannya. Lalu ke bawah. Vagina Thalia banjir karena dirangsang terus.

“Moga-moga tidak ada yang netes ke lantai, sayang karpetnya mahal, haha,” Ryoko bercanda. “Lagian biar dia basah terus, supaya siap pakai.”

“Menarik...”

Ke atas lagi, Prabu melihat bahwa kalung ketat yang dipakai Thalia punya liontin berupa tulisan “BITCH”.  Mata Prabu memancarkan kepuasan ketika melihat tato di atas vagina Thalia mengikuti alur perut bawahnya yang datar itu, tulisan “FUCK ME HARD” sementara di atas belahan pantat sekal Thalia ada tato “LONTE”. Wajah Thalia juga dirias tebal. Kelopak matanya diwarnai kombinasi biru-ungu, alisnya dibentuk dengan sulam alis. Prabu sedang memperhatikan bibir merah Thalia ketika Ryoko menceletuk, “Itu dibikin permanen juga lho.”

“Permanen?”

“Iya. Eyeliner-nya juga. Kalau lainnya sih nggak, tergantung yang ngedandanin aja.”

Prabu sekali lagi memperhatikan gadis yang sudah diubah total itu. Lalu Ryoko menyodorkan dua foto: satu foto penampilan lama Savitri, satu lagi foto telanjang Savitri sebelum diubah.

“Seperti ini ya hasil ‘Sex Doll Project’ yang kamu tawarkan... Sangat menarik!” Prabu antusias.

“Kan udah kubilang, I put your money into good use,” ujar Ryoko bangga. “Pasti lebih asyik daripada patung cewek telanjang kan....”

“Pasti,” kata Prabu singkat. “Tapi satu lagi: Performance. Kalau bukan cuma tampang... pasti hebat banget.”

Ryoko menoleh ke Irina.

“Your turn,” kata Ryoko sambil melangkah meninggalkan Prabu untuk menikmati sex doll barunya itu

 

Dan Prabu benar-benar tidak kecewa. Di dalam kamar mewahnya itu ia menikmati bagaimana Irina mengintimidasi Thalia, menampari pantat sekal sang gadis, memecuti sang gadis dengan menggunakan riding crop, lalu memerintah sang gadis untuk merangkak ke arah sang tuan, lalu menurunkan resleting celana Prabu hanya dengan menggunakan gigi.  Irina lalu menjambak rambut Thalia, membuka paksa mulut sang gadis dan menekan kepala sang gadis hingga seluruh batang penis sang tuan bersarang di hangatnya mulut dan kerongkongan Thalia. Sang tuan begitu menikmati suara seruput dan kecipak mulut Thalia yang memulas penisnya, menikmati sensasi lidah yang membasahi penisnya dengan liur yang berleleran hingga ke buah zakarnya, bahkan sampai ke lubang anusnya. Prabu tak tahan lagi, ia merenggut tubuh montok Thalia ke atas kasur dan segera menindih tubuh sekal sang gadis dengan payudara baru yang kini habis diremasinya, dicupanginya digigitinya. Dan gairahnya makin menggila ketika di belakang pantatnya yang bergerak ritmis menumbuki selangkangan Thalia, Irina membuka celah pantat sang tuan dan memberi anal rimming terhebat yang pernah dirasakan Prabu. Akhirnya lelaki itu mengecup kening kedua gadis yang berada dalam pelukannya. Ia lalu bangkit dari ranjang empuk tempat pertempuran birahi mereka.

“Beristirahatlah kelinci-kelinci kecilku. Kita akan bermain lagi nanti,” katanya sambil berganti pakaian.

Pintu kamar itu menutup…Savitri menerjang Nisa hingga Nisa terjengkang dari tempat tidur. Gadis itu menyerbu Nisa dengan membabi buta, namun Nisa dengan tenang melayani serangan membabi buta Savitri yang penuh emosi itu hingga akhirnya Savitri kelelahan. Tamparan keras dari Nisa mambuat Savitri terhuyung dan terhempas ke atas kasur. Savitri meraung frustasi sebelum akhirnya menangis sejadinya. Ia merapatkan pahanya ke dada, mendekap lututnya, merundukkan kepala, dan terisak. Cukup lama Nisa membiarkan Savitri menangis sebelum akhirnya ia beringsut, mendekati Savitri dan merangkulnya. Savitri merapatkan wajahnya ke dada Nisa dan kembali menangis di sana.

“Aku benci kamu… aku benci kamu…” tangis Savitri dalam pelukan Nisa.

Nisa membiarkan tangan sang gadis memukuli punggung dan dadanya, ia biarkan Savitri meluapkan amarahnya.

“Kenapa kamu nggak tolong aku? Kenapa kamu biarin mereka nyiksa aku, bikin aku seperti ini?” isaknya lagi.

“Aku nggak bisa balik lagi ke kehidupanku…  aku sekarang jadi apa…?”

Namun Nisa belum bisa berbuat banyak, karena waktunya belum tiba. Ia harus kembali ke Ryoko… meninggalkan Thalia di tangan Prabu.

 

****

Beberapa malam berikutnya…

 
Juanisa


Malam itu Nisa kembali merasakan kedamaian, ia kembali berada dalam pelukan ‘bapaknya’, Bambang Harjadi. Ini sudah kelima kalinya ia di-booking Kombes Bambang. Lama-lama Nisa merasa bangga dapat mempersembahkan tubuhnya bagi idolanya, dapat memberikan kepuasan ragawi bagi sosok yang sangat dikaguminya itu, dan ia merasa sangat hangat dalam peukan lelaki itu.

Dan Nisa merasa sangat dihargai ketika sang perwira mulai mengajaknya berbicara.

“Bagaimana kabarmu, nDuk?” tanyanya sambil mengusap kepala Nisa, bagai mengusap anak kecil yang sangat menggemaskan.

“Saya selalu siap menjalankan amanah dari bapak,” jawabnya sambil mengelus dada sang perwira.

“Bagaimana kabar tentang wartawati yang hilang itu?” tanya sang perwira. Nisa terkejut dan kagum atas ketepatan informasi yang dimiliki sang perwira dan bagaimana Kombes Bambang mampu mendeduksi bahwa ada kaitan antara kasus itu dengan Ryoko.

“Saya tidak bisa selamatkan dia…” kata Nisa lirih, “Tubuhnya sudah diubah, dia tidak bisa apa-apa lagi kecuali menjadi pemuas laki-laki.”

“Kamu sendiri?” tanya sang perwira, yang kembali membuat Nisa sedih karena ia khawatir apakah masih bisa menjadi Ipda Nisa yang dulu.

“Saya…. Saya siap jalani penugasan ini sampai selesai…” jawab Nisa yang membuat sang perwira memberi kecupan kepuasan di dahi sang gadis yang makin mengeratkan pelukan di tubuhnya.

“Maaf Pak… Bagaimana dengan komandan Rasidi? Kalau info saya tidak salah… dia membocorkan penyusupan saya di jaringan Ryoko ke Savitri. Dia mungkin mau mencelakakan saya, Pak.”

Sang perwira terdiam… skenario demi skenario berseliweran dalam benaknya… dan akhirnya ia berkata.

“Biar aku sowan ke tempat tugas Rasidi…. Aku akan siapkan sesuatu untuk bereskan dia. Tapi setelah itu, kamu harus siap hadapi Rasidi. Ia kejam…. Berhati-hatilah, nDuk. Dan kalau perhitunganku benar, Ryoko akan bergerak untuk membantumu… dan caranya membantu akan dapat memberi jalan untuk menghentikan sang ratu germo…”

Adrenalin Nisa timbul demi mendengar rencana yang disampaikan sang perwira. Rasa girang dan terlindungi membuatnya bahagia, maka sambil bangkit dan menurunkan selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka, Nisa berkata dalam desahan kepada sang perwira…

“Saya siap jalankan perintah Bapak… dan saya akan layani Bapak sebaik-baiknya.”

Dan sang perwira mendesis nikmat ketika Nisa memberinya deepthroat dan memberi liukan pinggul terhebat dalam posisi cow girl yang liar….

 

****

“Goblok kamu Nisa! Kenapa telat laporin transaksi Ryoko? Kita jadi kehilangan peluang tangkap dia!” sembur Rasidi, yang beberapa jam lau habis dimaki-maki Bambang Harjadi yang melakukan inspeksi mendadak ke kantornya didampingi beberapa ajudan.

Kini Rasidi balik memaki-maki Nisa di kantor yang telah sepi karena hari yang telah malam. Hanya tiga anggota jaga yang notabene pengikut setia sang komandan yang tetap ada di sana.

“Kamu sekarang udah lebih suka jadi WTS-nya Ryoko ya!?”

Sambil berdiri dengan sikap sempurna Nisa menahan semua kegeramannya. Secara struktural dan kode etik, ia tau kalau ia tak bisa membantah sang komandan. Terlebih ia sudah bersumpah pada panutannya untuk bertahan walau apapun yang terjadi….

“Siap, tidak Komandan!” hanya itu yang bisa dia katakan.

Rasidi menekan intercom dan memerintahkan tiga petugas piket untuk masuk ke dalam kantornya. Ia segera memberi perintah.

“Telanjangin perek  ini, dia nggak pantas memakai seragam polisi!”

“Siap Komandan!” kata ketiga orang yang tanpa hati mau saja melaksanakan perintah yang tidak layak itu. Nisa mencoba meronta, namun tenaganya jelas kalah melawan tiga serigala kelaparan yang menangkap mangsa. Seragam yang dikenakan Nisa dengan rasa bangga kini tergeletak di lantai, dan tak lama kemudian pakaian dalamnya direnggut paksa.

Tubuh sang gadis dipaksa menelungkup di meja dinas sang komandan dengan tangan ditelikung ke belakang tubuhnya. Nisa terus berusaha meronta. Ia melihat Rasidi melangkah ke belakang tubuhnya. Dan…Swoooossssshhh……CTAAAARRRR!!!!

Nisa menjerit dari dasar paru-parunya. Sabetan rotan yang biasa digunakan Rasidi untuk menyiksa tahanan menyentuh bagian belakang kedua pahanya dan meninggalkan bilur keunguan di kulit mulus sang gadis. Lalu pecutan itu bergerak liar sekenanya, di betis, di pantatnya. Dan ketika tangannya dipaksa terentang ke samping, gilran punggungnya yang menerima belaian rotan itu.

Dan jeritan terdengar ketika sabetan rotan itu menghantam vaginanya.

“Enak, kan, lonte?” bentak Rasidi sambil menurunkan celananya. “Sekarang, kamu jadi lonte buat kita aja!” katanya dengan penuh ejekan sambil menghujamkan penisnya ke dalam anus Nisa. Nisa kembali menjerit-jerit kesakitan dan mendesis-desis menahan perih karena ketiga serigala lainnya menjilati bekas luka di tubuhnya, juga meremasinya dengan kasar, sekasar sentakan penis Rasidi di anusnya. Polisi bejad itu lalu mencabut penisnya dari anus Nisa yang kini menganga, lalu ia memerintahkan anakbuahnya untuk menelentangkan tubuh Nisa di atas meja kerjanya lalu mengatur posisi sang gadis hingga kepalanya terjuntai di ujung meja. Nisa melejang-lejang….

Dengan buas Rasidi memperkosa mulut Nisa menggunakan penis yang baru saja bersarang di anusnya. Ia tersedak oleh penis yang dilesakkan dengan kasar ke dalam tenggorokannya, hingga ia megap-megap bahkan muntah dan mengotori wajahnya. Sementara di selangkangannya yang terjuntai… para serigala berseragam polisi mulai menghujamkan penis mereka di vagina dan anus sang gadis. Mereka begitu girang karena bisa menikmati polwan tercantik di kesatuan mereka yang selalu menjadi objek masturbasi mereka. Nisa begitu lemah, tubuhnya bagai kain usang yang dilempar ke sana-ke mari seenaknya, dipergunakan untuk memuaskan birahi mereka. Akhirnya keempat orang itu menghela nafas lega. Nafsu mereka sudah terlampiaskan. Mereka memandang tubuh Nisa yang tergeletak di lantai, luluh lantak, penuh luka, cupangan, bekas remasan dan tamparan, serta belepotan sperma. Mereka puas bisa merendahkan gadis itu, membuatnya tak berharga. Rasidi lalu berkata pada anak buahnya,

“Lempar pelacur ini ke dalam sel, biar malam ini dia ladeni bajingan-bajingan di dalam sana.”

Nisa begitu lemah, ia tak sanggup lagi meronta ketika diseret ke dalam sel besar yang berisi sekitar sepuluh tahanan yang segera bersemangat karena mendapatkan penghangat tubuh di malam itu.

Malam itu neraka menghampiri Nisa.

 

****

Ryoko yang cemas karena sudah tiga hari tak mendengar kabar Irina segera mendatangi kamar kos sang gadis.

“Astaga! Irina…. Apa yang terjadi?” Ryoko panik melihat luka di sekujur tubuh sang gadis, juga bekas gigitan dan cupangan yang belum lagi sembuh.

“Aku diciduk dan diinterogasi polisi… Mungkin gara-gara fitnah Savitri…”

“Dia lagi…” umpat Ryoko.

“Dia sudah membayarnya, kak…” bela Irina, “polisi saja yang sudah terlanjur curiga”

“Apa kamu….”

“Cuma liurku, muntahanku, dan peju mereka yang nggak kutampung yang keluar dari mulutku.”

Ryoko tertegun dengan keketusan Irina, namun ia sadar, ia memang takut Irina tak kuat siksaan dan akhirnya ‘bernyanyi’ pada polisi.

“Maafkan aku Irina…. Mari, kita pulihkan tubuhmu dengan perawatan terbaik. Dan jangan takut… aku akan mengatur orang-orangku untuk memberi pelajaran kepada bajingan itu.

Benar-benar seperti dugaan bapak…’ batin Nisa yang semakin kagum dengan panutannya itu, yang memiliki pemandangan jauh ke depan.

Dan dengan langkah perlahan, ia mengikuti Ryoko….

 

***

Wajah Rasidi pucat pasi bagai kapas, ketika rekaman video penyiksaannya pada Nisa terpampang jelas di ruang kerja Bambang Harjadi…..Dan perintah mutasi dan demosi menjadi hukuman baginya. Dia dipindah ke sektor terpencil di perbatasan timur negara… .Kelak Nisa akan melihat lagi nama Rasidi di koran, sebagai korban tewas ketika pos yang dipimpinnya diserang gerombolan separatis.  Dan yang tidak masuk koran namun diberikan kepadanya oleh Kombes Bambang Harjadi, foto-foto wujud terakhir Rasidi di dunia. Mayat termutilasi yang kehilangan berbagai anggota tubuh, termasuk yang pernah dipakainya menyiksa anus dan mulut Nisa. Sementara ketiga bawahannya “bernasib buruk". Ada yang dikeroyok massa yang diprovokasi orang suruhan Ryoko. Ada yang mati di atas perut seorang pelacur murahan yang dengan sengaja menaruh racun ke dalam minuman. Dan yang seorang lagi ditabrak truk besar…

 

***

“Aku masih ingat cara kamu melihatku waktu pertama kali kita ketemu, Irina,” kata Ryoko lembut. Mereka telah berada jauh dari kota. Ryoko membawa Nisa ke suatu spa di pinggir laut, milik salah seorang langganan lamanya.

“Apa yang kamu lihat waktu itu?” Nada bicara Nisa lemah pasrah. Tubuhnya yang lelah memang sudah tidak sesakit ketika dia baru saja lepas dari siksaan namun belum pulih. Dia telungkup telanjang di atas ranjang selagi seorang perempuan tukang pijat melemaskan otot-ototnya. Sesekali dia merasakan tangan Ryoko ikut mengelusnya.

“Diriku waktu dulu, Irina…” kata Ryoko. Selanjutnya Ryoko menyuruh si tukang pijat pergi.

“Eh, kok si Mbak disuruh pergi?” Nisa heran.

“Biar aku sendiri yang melayani kamu kali ini…” kata Ryoko. Kemudian Ryoko mulai memijat punggung Nisa.

“Aku masih bisa ilmunya…” kata Ryoko. “Dulu sekali aku mulai dengan memijat. Sebagian besar yang kupijat laki-laki. Aku belajar tentang tubuh manusia dari memijat. Termasuk bagian itunya laki-laki yang sebenarnya otak sejati mereka…”

“Ahhmmm,” Irina menggumam keenakan. Rasa aman dan tenang melanda dirinya, disampaikan oleh sentuhan Ryoko, selagi Ryoko meneruskan cerita masa lalunya. Ryoko yang awalnya bekerja sebagai terapis pijat plus-plus jadi kenal banyak laki-laki, dan sempat jadi simpanan seorang pejabat. Ketika kepergok istri pejabat itu, dia pun diusir dan kembali ke dunia malam. Relasi-relasi lamanya kadang mengontak dia lagi, baik untuk membooking dia maupun meminta dia mencarikan penghibur. Lama-lama Ryoko “naik kelas”. Dia pacaran dengan seorang aparat dan dibiayai kuliah, sehingga kehidupannya pun menanjak. Lulus kuliah, dia gagal dinikahi aparat itu karena tidak disetujui orangtuanya, lalu dia pun beralih ke pelukan seorang pengusaha. Tapi lagi-lagi kisah cintanya kandas karena pengusaha itu kurang percaya dengan Ryoko. Sementara itu dunia malam tak pernah lepas dari dirinya. Orang terus memanfaatkan jasanya. Akhirnya Ryoko pun menjadi germo dengan jaringan prostitusi kelas atas yang besar.

“Balik badan,” kata Ryoko. Nisa mengikuti perintahnya. “Aku ingin berikan sesuatu buat kamu…”

Nisa telentang di atas ranjang pijat. Ryoko duduk di sebelahnya. Spa itu adalah spa mahal dengan privasi terjaga dan pemandangan luar biasa; kamar tempat mereka berada berjendela besar, membuka ke arah laut. Tidak bakal ada yang mengintip karena kamar itu terletak di pinggir tebing yang langsung berbatasan dengan laut. Nisa melihat Ryoko berpenampilan “geisha” seperti biasa, dengan rambut digelung di atas kepala dan kimono hitam.

Ryoko mulai memijat payudara Nisa. Dimulai dengan menepuk-nepuk bagian samping, lalu memijat sampingnya dengan menekan ke atas sehingga sepasang bukit itu membusung lalu melepasnya, berkali-kali.

“Hihi,” Nisa kegelian. “Ini biar apa, biar gede?”

“Enggaklah. Biar enak aja. Kalau mau bikin gede apa mau dibikin seperti si Thalia?”

Keduanya cekikikan genit. Kalau hanya mendengar itu saja, orang akan mengira ada dua gadis remaja bercanda. Bukan seorang polwan dan germo.

Dan Ryoko melanjutkan dengan menyentuh kedua puting Nisa dengan ibu jari dan telunjuk. Dengan lembut dia memutar keduanya, searah jarum jam lalu berbalik.

“Enak?” tanyanya.

Nisa mengangguk sambil tersenyum. Lalu Ryoko menaruh kedua telapak tangan di atas masing-masing puting dan kembali melakukan gerakan memutar. Kemudian pelan-pelan dia menarik ke atas puting Nisa satu demi satu, mencubit halus dengan ibu jari dan jari tengah, membuat puting Nisa mencuat. Gerakannya sangat lembut dan perlahan. Nisa menggelinjang dan mendesah keenakan.

Ryoko lalu turun memijat bagian depan betis Nisa, naik ke atas ke paha, lalu pangkal paha.

 

Pijat sensual itu mencapai bagian paling sensitif. Ryoko membasahi tangannya dengan minyak aromaterapi lalu menggosok-gosokkan kedua tangannya. Dengan lembut dia mengusapkan minyak ke sekujur bagian luar kewanitaan Nisa, bibir luar kiri dan kanan, terus ke bawah sampai anus. Ujung ibu jarinya mengelus bagian luar anus Nisa lalu berjalan ke atas, ke ujung bawah rekahan vagina. Rekahan itu dibuka lembut dengan kedua ibu jari, kedua bibir bawah luar Nisa dipijat-pijat, lalu Ryoko masuk lagi ke dalam. Terlihat bibir-bibir itu membengkak, tanda Nisa terangsang.

Jari-jari Ryoko lalu mengelus klitoris Nisa. Dua jarinya merangsang kacang kecil penuh syaraf sensitif itu. Ryoko merasakan Nisa terus menggelinjang, meracau tak keruan karena keenakan. Nisa memang terbawa oleh suasana kamar yang membuai, musik yang menghanyutkan, dan sentuhan Ryoko yang memabukkan. Sejenak dia melupakan bahwa yang sedang memberinya kenikmatan adalah orang yang akan dia seret ke pengadilan dan penjara kelak. Vaginanya sudah banjir, cairannya sendiri bercampur pelumas dari tangan Ryoko. Apalagi Ryoko juga berbisik-bisik di telinganya memuji kecantikannya.

“Irina… Ayo buka kakimu buat aku…” Nisa mengangkang dan Ryoko bersimpuh di depannya.

Ryoko lalu mencolokkan jari tengahnya ke dalam liang kewanitaan Nisa dan mulai mencolek-colek G-spot Nisa di dalam. Setelah beberapa colekan jari telunjuknya ikut masuk menggoda. Menekan, memutar-mutar. Ryoko memperhatikan reaksi Nisa terhadap semua perubahan gerakannya dan menyesuaikan. Sesudah menemukan tempat yang tepat, Ryoko merangsangnya tak henti-henti, membawa Nisa mendaki puncak gairah. Dinding dalam vaginanya mulai terasa menggembung.

“Ayo terus sayang, enak kan dirangsang gini? Enak ya Irina? You sound so sexy babe… Scream for me, ayo Irina, aku pengen kamu ngejerit keenakan sayang…” Ryoko juga terus merangsang otak Nisa dengan kata-kata. Nisa mulai merasakan ada sesuatu yang tak tertahan. Bukan, ini bukan orgasme biasa… Ada sesuatu yang lebih yang mau ikut keluar. “Ahh… AHN! RYO…KO!... DKIT… LAG…GIH! KLU… ARH!” racaunya.

“Rileks, Irina… Jangan ditahan…!” perintah Ryoko. Dia tahu bahwa apa yang hendak diberikannya, sebenarnya harus dihasilkan sendiri oleh Nisa.

“AHHHH!!! HHHNGGG!!!”

CRAATTT!!

Ryoko langsung menarik tangannya ketika air bening memancar dari dalam vagina Nisa. Nisa merasa seperti meledak; dia mendapat squirting orgasm untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia sampai merasa pandangannya berkunang-kunang. Tubuhnya seperti meledak, dibuyarkan kenikmatan yang memancar ke mana-mana. Jeritannya panjang dan keras, membuat Ryoko tersenyum bangga. Ryoko langsung memeluk dan mencium pipi Nisa yang terengah-engah sesudah semburannya berhenti. “I hope you like my gift,” bisiknya. Nisa tak kuasa menjawab, karena masih dilanda euforia.

 

*****

Nisa terbangun beberapa jam kemudian, sesudah tidur pulas karena orgasme yang kuat. Ryoko sudah tidak bersamanya.

“Ke mana dia?” Nisa mencari pakaian di dalam kamar spa itu. Dilihatnya kimono handuk. Di dalam sana juga ada shower, sehingga Nisa memutuskan untuk mandi air panas dulu, lalu dia mengenakan kimono handuk itu dan keluar kamar.

Ketika berjalan di koridor, Nisa mendengar jeritan perempuan. Ryoko?

“Hyaahh!!”

BUGG!

Nisa langsung berlari menuju arah suara. Dia membuka satu pintu.

BUKK! DHESS!

Dan di dalam ruangan itu dilihatnya Ryoko sedang bertarung dengan seorang laki-laki.

Ruangan itu adalah ruangan gym, di tengahnya ada ring dan Ryoko di sana sedang sparring dengan seorang bodyguard-nya. Baru kali ini Nisa melihat Ryoko seperti itu. Ryoko ternyata cukup menguasai kickboxing. Namun si bodyguard sepertinya diminta untuk serius karena dia tidak cuma jadi sansak. Sesudah menangkis satu tendangan Ryoko dan menerima satu lagi tanpa bergeser, dia balas menerjang Ryoko sehingga Ryoko terpental mundur sampai tali ring. Seolah-olah mau menghancurkan musuh dia berusaha menginjak Ryoko yang terhuyung hampir jatuh. Ryoko dengan gesit berkelit memutar lalu menarik lengan si bodyguard sekaligus mengacau keseimbangan lawannya—jurus aikido—dan membuat tubuh besar si bodyguard terbanting ke kanvas.

Pada saat itulah Ryoko melihat Nisa.

“Oh, sudah bangun?” sapanya.

“Aku baru tau kamu bisa bela diri juga,” kata Nisa. Sebagai polwan yang punya kemampuan bela diri, Nisa jadi penasaran ingin menjajal kemampuan Ryoko. Tapi dia menahan diri. Itu bisa membuka penyamarannya.

“Ah, ini cuma hobi. Ya… mungkin ada gunanya juga. Cewek kayak kita harus selalu bisa jaga diri kan?” Ryoko lalu pasang kuda-kuda lagi melihat si bodyguard bangun. “And more than that…”

Tubuh anggun Ryoko melayang dalam tendangan terbang ke arah muka si bodyguard, yang langsung menghindar. Nisa tidak bisa tidak mengagumi gerak keduanya. Si bodyguard menubruk dan memiting Ryoko dari belakang. Ryoko tak bisa lepas dalam rangkulannya… atau tidak? Ryoko langsung menjatuhkan diri sambil menyeret tubuh si bodyguard ke bawah sehingga keduanya jatuh berdebam di kanvas.

“I find it…” Ryoko bangun lebih cepat, dia langsung melilitkan tubuhnya ke si bodyguard. Tak lama kemudian si bodyguard dalam posisi tak berdaya, lehernya terjepit sepasang paha Ryoko sementara lengan kanannya ditelikung…

“…sexy.”

Ryoko berdiri, menarik lengan si bodyguard yang masih ditelikung sambil menginjak kepalanya. Laki-laki bertubuh besar itu dipaksa menungging dengan kepala diinjak.

“Irina! Lemparin yang di atas bangku itu,” perintahnya. Nisa memungut benda yang dimaksud. Borgol… Dia lemparkan sepasang gelang baja berantai itu tepat ke Ryoko, yang dengan lihai menangkapnya tanpa melepas kuncian, dan langsung menggunakannya untuk membelenggu kedua pergelangan si bodyguard.

 
Amry


“Amry ini kalah taruhan denganku,” kata Ryoko yang kemudian duduk di atas tubuh si bodyguard yang bernama Amry itu. “Tadi pagi dia ngaku bisa ngalahin aku di ring. Yaudah, kita taruhan. Kalau dia benar bisa bikin aku KO atau nyerah di atas ring, dia boleh merkosa aku, hihihi… Kalau nggak terserah aku mau ngapain dia. Mau ikutan ngerjain dia gak?”

“Ayo,” Nisa tersenyum dan setuju. “Mau diapain?”

“Di situ ada pelumas. Bawain ke sini,” kata Ryoko sambil menunjuk ke satu tas di dekat ring.

Nisa mengambil botol pelumas. Sambil terus menduduki Amry yang berposisi menungging, Ryoko melumuri tangannya dengan pelumas, lalu dia berubah posisi sehingga duduk mengangkang di atas pantat Amry, menghadap ke belakang. Ryoko lalu meminta Nisa juga melumuri tangan dengan pelumas.

“Kita ‘petik mangga’ dia,” kata Ryoko.

Nisa awalnya tak ngerti apa yang dimaksud, tapi dia langsung paham begitu Ryoko mencontohkan. Ryoko memelorotkan celana pendek dan celana dalam Amry, lalu tangannya menjalar ke selangkangan Amry. Tangannya mengelus-elus kejantanan Amry sambil sekali-sekali juga memijat pantat. Nisa ikutan dengan memain-mainkan dua bola dalam kantung pelir Amry.

“Kamu tau kapan laki-laki pasti cuekin ceweknya, Irina?” kata Ryoko.

“Kalau sudah bosan?” Nisa menanggapi.

Ryoko menunjuk ke lubang anus Amry. Nisa berinsiatif menggoda si bodygoard dengan mengelus dan kemudian menjilat bagian luar lubang itu, membuat Amry mendesah kaget sekaligus keenakan.

“Banyak cowok suka dimainin itunya, tapi kebanyakan cewek jijik,” celetuk Ryoko. “Padahal… tuh lihat… ngacengnya tambah keras kan?” Memang, batang Amry tambah keras, menggantung ke bawah.

“Kamu suka kan dimain-mainin bo’olnya? Ngaku aja… Nih kontol kamu jadi keras gini!” kata Ryoko menantang Amry. Amry tak menjawab. Ryoko iseng mencolokkan jari tengahnya ke lubang pantat Amry dan laki-laki itu keenakan.

“Laki-laki cuma pengen sampai CROT aja, habis itu pasti ceweknya dicuekin,” Ryoko melanjutkan. “Puas, tinggalin. Semua cowok gitu. Makanya, kita pikir sebaliknya. Supaya cowok gak ke mana-mana… bikin dia mau crot,” Ryoko dan Nisa makin gencar mengocok ereksi Amry, “habis itu…”

Kemudian Ryoko berhenti, dan menjauhkan tangan Nisa.

“Kita LARANG dia crot.”

Amry terdengar menggumam mengeluh.

“Kamu tau? Laki-laki jadi lebih perhatian ke perempuan sebelum dia crot, karena ada maunya. Jadi supaya dia terus perhatiin kita… jangan kasih apa yang dia mau, tapi GODA terus. Kalau sudah gitu, dia bakal berbuat apa aja asal kita bolehin dia crot,” kata Ryoko.

“Kita kendaliin ini…” Ryoko menggenggam kemaluan Amry yang mau melemas, tapi langsung dibangunkan lagi dengan beberapa kocokan, “…dia jadi budak kita.”

 

Ryoko lalu menyuruh Amry berdiri dan keluar ring. Ketiganya pindah ke kamar lain, satu kamar tidur. Amry menurut seolah budak kepada Ryoko. Dia tak melawan ketika dia disuruh duduk di satu kursi dan tangannya diborgol di belakang kursi. Nisa mengerutkan alis melihat Ryoko sudah membawa sesuatu. Tali seperti tali sepatu. Ryoko lalu melilitkan tali itu sekeliling pangkal kemaluan dan kantong pelir Amry. Di bagian atas dia mengetatkan tali sepatu itu lalu melilitkannya lagi ke bawah, ke pertemuan batang dan kantong. Lalu sekali lagi mengelilingi pangkal kantong pelir. Terakhir Ryoko menyimpul tali itu di atas pangkal penis Amry. Amry terlihat meringis. Bukan kesakitan tapi pasrah. Ereksinya tadi sedikit melemah. Ryoko menyuruh Nisa mengocokinya. Tanpa pelumas, Nisa mengelus-elus lembut batang itu, yang langsung menegang. Selagi penis Amry tegak, ikatannya juga terasa makin erat. Amry melihat ke bawah dengan tak berdaya, memperhatikan pelacur bosnya terus membelai-belai dan kemudian mengoral kemaluannya. Lima menit berlalu. Amry mengeluh. “Uhh… Kok gak keluar… pengen…”

“Kenapa, nggak bisa crot yaa? Duh kasihaaan…” ejek Ryoko yang ikut-ikutan menggoda Amry dengan mengelus-elus dada Amry. Kemaluan yang terikat itu disiksa dengan berbagai cara oleh kedua wanita penggoda. Dikelitiki, dicubit-cubit, dijilat kanan kiri, dihisap. Amry belingsatan dan mengerang-erang tapi tak kunjung dapat kepuasan karena semburan orgasmenya terhambat di cekikan tali.

“Kamu pengen apa Amry?” tanya Ryoko

“Pengen… crot…” pinta Amry lemah.

“Enak aja,” Ryoko menampik. “Dilarang crot sebelum kamu bikin aku dan Irina puas!”

Amry mengangguk-angguk, dia tak punya pilihan selain memuaskan nafsu majikannya. Ryoko terus menyiksa Amry dengan merangsang puting Amry. “Kalau enak, ayo mendesah!”

“Annhhh… aahhg!” Amry menggeliat-geliat keenakan. Tiba-tiba bibirnya dibekap bibir Ryoko. Sementara Nisa terus mengocoknya.

“Berdiri dari kursi,” perintah Ryoko. Amry berdiri. Ryoko duduk di kursi lain, sebuah sofa. “Berlutut!” perintah selanjutnya. Si bodyguard yang sudah jadi budak itu pun menurut, berlutut di depan Ryoko. Ryoko pun membuka seluruh pakaiannya. “Buka baju juga, Irina,” katanya ke Nisa yang sekarang tidak sedang melakukan apa-apa.

“Isep pentilku,” perintah Ryoko. Amry langsung melakukan apa yang disuruh, mencumbu dan memain-mainkan puting payudara kiri Ryoko dengan bibir dan lidahnya. Ryoko lalu memanggil Nisa mendekat. “Kamu juga, Irina,” perintahnya. Jadilah Nisa ikutan. Ryoko keenakan kedua payudaranya diisap. Seolah ibu yang punya bayi kembar beda jenis kelamin. Rintih nikmat Ryoko membuat kedua “anak” tahu bahwa si germo sedang penuh gairah. Selagi mengenyot pentil Ryoko, Amry juga meremas lembut dan memijat payudara Ryoko. Nisa merasakan geliat paha Ryoko di dekat tubuhnya, pertanda sesuatu sedang membara di selangkangan Ryoko. Dan ketika menoleh ke arah sana tampaklah aliran di antara kedua paha putih itu. Kepala Amry ditekan turun sehingga kini dia menjilati perut, dan turun lagi…

“Bikin aku puas.”

Amry pun menyurukkan kepalanya di antara sepasang paha Ryoko. Lidahnya mulai menjelajahi daerah intim Ryoko, menggoda klitoris Ryoko yang membesar terangsang.

“Oh, yess…” desis Ryoko. Dia menyorongkan selangkangannya ke mulut Amry, tangannya mencengkeram kepala Amry selagi dia menggeliat. “Terusin… “ Lalu dia menyentuh dagu Nisa dan menarik wajah Nisa mendekat. Nisa kaget ketika Ryoko menciumnya mesra.

Amry terus merasakan daging kewanitaan Ryoko. Ryoko meminta Nisa mengangkang menghadapnya di pangkuannya. Amry jadinya disuguhi selangkangan Nisa juga, dan Ryoko memerintahkan dia menyervis Nisa. Lidah Amry ganti menyentuh bagian-bagian pembangkit gairah Nisa dan bibirnya menyedot itil Nisa. Nisa merintih keenakan menanggapinya. Amry menjilati naik turun kemaluan Nisa, berlama-lama di klitoris Nisa. Sementara tugas merangsang Ryoko dialihkan ke jarinya yang mulai keluar masuk merangsang di sana. Ryoko pun membalas perlakuan Nisa tadi dengan ganti menciumi dan mengisap payudara Nisa.

 

Dan, sewaktu Ryoko mengerang, “Ahh fuck me,” Amry tahu majikannya sudah tak tahan dan ingin merasakan batang keras dalam vagina. Tapi dia akan memberi kenikmatan pertama dulu. Jari-jarinya makin gencar merangsang Ryoko, yang membalas dengan menggoyang selangkangannya, sambil merintih lirih. Tiba-tiba orgasme datang. Tubuh Ryoko menegang, lalu mengejang disertai lolongan panjang. Tapi Amry tidak berhenti… malah dia teruskan menjilati dan menggodai kemaluan Ryoko. Tak lama kemudian, orgasme terjadi lagi, sekujur tubuh Ryoko bergetar keenakan. Ryoko memejamkan mata dalam keadaan dilanda kenikmatan, terengah-engah. Tangannya menjulur dan menggenggam penis Amry yang terus tegang.

“Kamu pengen crot?” tanyanya.

“Iya, Non Ryoko,” kata Amry.

“Belum boleh sampai Nisa puas juga,” kata Ryoko, “Dua kali.”

Nisa memperhatikan penis Amry, urat-uratnya menonjol. Ryoko menyuruhnya duduk di pangkuan Amry. Bukan cuma duduk tentunya. Nisa membuka kemaluannya untuk kejantanan Amry, mengangkang dan berposisi berhadapan dengan Amry. Keduanya mengerang selagi Nisa menurunkan tubuhnya sepanjang penis Amry. Dia sendiri sudah basah. Jepitan vagina Nisa membuat Amry terengah keenakan, tapi dia ingat apa yang harus dia lakukan, dan Amry mulai menggenjot Nisa dengan kuat. Nisa membalas tiap tusukan, mengulek kemaluan Amry dalam dirinya, menggesek-gesekkan klitorisnya. Amry diperlakukan seperti mesin pemuas wanita. Nisa merangkul Amry dengan lengan dan bahunya selagi orgasme pertama melanda.

“Stop,” perintah Ryoko. Amry berhenti bergerak, Nisa ambruk memeluknya.

“Kamu mau crot, Amry?” kata Ryoko.

“Iya…” kata Amry lemah, tak bisa ejakulasi karena penisnya masih diikat.

“Silakan…” Ryoko melepas ikatan di seputar kejantanan Amry. Nisa tahu Amry tak akan tahan lama dan bakal menyemprotkan simpanan spermanya di dalam. Amry tidak pakai kondom. Tapi Nisa sudah mengamankan diri sejak pertama ditugasi menyamar dengan suntik KB.

Amry kembali mengentot kemaluan Nisa yang basah, berusaha memuaskan diri dengan meraih orgasme yang dari tadi tak bisa dilakukannya.

Ryoko mendekati mereka berdua, lalu berkata, “Ayo crot di dalam lonteku ini, Amry… Kasih dia peju kamu sebanyak-banyaknya!”

Kata-katanya mendorong Amry. Semburan air maninya sekaligus mengaktifkan semburan kenikmatan dalam otaknya, dan memenuhi ruang kewanitaan Nisa dengan sperma. Nisa menjerit lemah selagi kemaluannya dibanjiri peju, karena terlanda orgasme lagi. Nisa begitu menikmati hiburan ringan yang di berikan Ryoko ke padanya.

 

To be continued....

By: Ninja Gaijin & Pimp Lord